tag:blogger.com,1999:blog-85272209294415407942024-03-13T20:25:45.904-07:00Mitologi NusantaraAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.comBlogger17125tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-38859551760283075872015-10-19T23:14:00.004-07:002015-10-19T23:14:48.386-07:00Si Pitung<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-gFHpvWSZbYY/ViXbtyOBHtI/AAAAAAAAAs8/cZY439qx8dI/s1600/si%2Bpitung.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="452" src="http://2.bp.blogspot.com/-gFHpvWSZbYY/ViXbtyOBHtI/AAAAAAAAAs8/cZY439qx8dI/s640/si%2Bpitung.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
Pada zaman dahulu, di sebuah daerah Rawa Belong, lahirlah seorang
pemuda saleh bernama Si Pitung. la adalah pemuda yang rajin mengaji pada
Haji Naipin seorang ulama yang sangat terkenal dimasa itu. Selain itu
ia dilatih silat selama bertahun-tahun hingga kemampuannya menguasai
ilmu agama dan bela diri sangat meningkat dan luar biasa. Karena
bakatnya dalam ilmu beladiri, kemampuan Pitung berada jauh diatas
rata-rata para pesilat yang ada di Betawi pada masa itu.<br />
Si Pitung
hidup di zaman penjajahan Belanda, Si Pitung terketuk hatinya untuk
membela rakyat Indonesia. la merasa iba menyaksikan penderitaan yang
terus dialami rakyat kecil dan lemah. Sementara itu para kompeni atau
orang-orang Belanda terus berkuasa juga sekelompok Tauke dan para Tuan
tanah, mereka semua adalah para penguasa yang bergelimang harta. Harta
kekayaan mereka termasuk rumah dan ladang dijaga oleh para centeng yang
kuat dan galak.<br />
Kemudian Si Pitung merencanakan perampokan
terhadap para penguasa itu untuk membantu rakyat miskin. la dibantu oleh
teman-temannya yaitu Si Rais dan Si Jii.<br />
<div class="wp-caption alignleft" id="attachment_1319" style="width: 184px;">
<a href="http://dongengceritarakyat.com/wp-content/uploads/2015/08/Kumpulan-Cerita-Rakyat-Betawi-Si-Pitung.jpg"></a><div class="wp-caption-text">
<br /></div>
</div>
"Kami siap membantumu, Pitung!" ujar Si Rais penuh semangat yang kmeudian diikuti anggukan setuju Si Jii.<br />
"Baiklah,
kalau begitu mari susun siasat. Jika kita berhasil merampok, kita akan
bagi-bagikan hasilnya pada rakyat-rakyat kecil yang membutuhkan!" ucap
Si Pitung yakin, lalu ia dan kedua temannya Iangsung mengatur siasat
untuk merampok. Teruslah ia dan teman-temannya merampok para penguasa
itu, setelah mendapat hasil rampokannya, Si Pitung dan teman-temannya
langsung membagi-bagikan pada rakyat miskin, di depan rumah keluarga
yang kelaparan diletakannya sepikul beras. Diberikannya juga santunan
berupa uang kepada keluarga yang dibelit hutang.<br />
Anak yatim pun
tak luput dari penglihatannya, diberikannya bingkisan baju dan
bermacam-macam hadiah lainnya. Kejadian itu terus berlanjut, sampai para
kompeni, orang-orang Tauke dan Tuan tanah menjadi geram dan ingin
menangkapnya. Namun tak pernah berhasil karena Si Pitung dan kelompoknya
bukan lah orang-orang sembarangan.<br />
Banyak orang mengatakan
keberhasilan Si Pitung dan teman-temannya dalam merampok ada dua hal
yaitu yang pertama ia memiliki ilmu silat, pandai bela diri dan kebal,
sebab kabarnya tubuh Si Pitung kebal terhadap peluru.<br />
<div class="wp-caption alignright" id="attachment_1318" style="width: 191px;">
<div class="wp-caption-text">
<br /></div>
</div>
Dan
yang kedua adalah orang-orang yang dibantunya tidak mau mengatakan
dimana Si Pitung kini berada setiap para kompeni dan orang kaya
perampokan Si Pitung membujuk atau memaksa rakyat.<br />
Karena geram
melihat kesetiaan rakyat pada Si Pitung, maka para kompeni dan para
orang kaya itu menggunakan kekerasan memaksa para rakyat kecil membuka
mulut. Hingga suatu hari kompeni, orang-orang Tauke dan para Tuan tanah
berhasil mendapatkan informasi tentang orang tua Si Pitung dan Haji
Naipin, maka kompeni dan para orang-orang kaya menyandera orang tua Si
Pitung dan Haji Naipin.<br />
"Katakan!!! Atau kau kutembak!" teriak
para kompeni dan orang-orang kaya pada orang tua si Pitung dan Haji
Naipin. Namun mereka tak mau menjawabnya. Akhirnya mereka disiksa dan
terus disiksa dengan sangat kejam. Dengan siksaan yang amat berat
akhirnya para kompeni dan orang-orang kaya itu mendapatkan informasi
dimana Si Pitung berada juga rahasia kekebalan tubuhnya terhadap peluru.<br />
Polisi
para kompeni itu pun berhasil menyergap persembunyian Si Pitung dan
teman-temannya. Si Pitung dan teman-temannya tak tinggal diam, mereka
pun melawan sekuat tenaga. Namun informasi tentang rahasia kekebalan
tubuh Si Pitung sudah diketahui para polisi kompeni yaitu dengan
melempari Si Pitung telur-telur busuk lalu ditembak. Lalu tewaslah Si
Pitung seketika. Kehilangan sudah pahlawan pembela rakyat kecil, namun meskipun demikan Si Pitung adalah kebanggaan masyarakat Jakarta.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-18806010877980294152015-10-19T22:54:00.003-07:002015-10-19T22:54:47.932-07:00Legenda Batu MenangisDahulu kala, di sebuah bukit yang jauh dari Pedesaan. Hiduplah
seorang Janda miskin bersama anak perempuannya. Anaknya dari Janda
tersebut sangat cantik jelita, ia selalu membanggakan kecantikan yang ia
miliki. Namun, kecantikannya tidak sama dengan sifat yang ia miliki. Ia
sangat pemalas dan tidak pernah membantu ibunya.<br />
<div class="wp-caption alignleft" id="attachment_408" style="width: 308px;">
<a href="http://dongengceritarakyat.com/wp-content/uploads/2015/03/Cerita-Rakyat-Legenda-Nusantara-Batu-Menangis.jpg"><img alt="Cerita Rakyat Legenda Nusantara Batu Menangis" class=" wp-image-408" height="226" src="http://dongengceritarakyat.com/wp-content/uploads/2015/03/Cerita-Rakyat-Legenda-Nusantara-Batu-Menangis.jpg" width="298" /></a><div class="wp-caption-text">
Cerita Rakyat Legenda Nusantara Batu Menangis</div>
</div>
Selain
pemalas, ia juga sangat manja. Segala sesuatu yang ia inginkan harus di
turuti. Tanpa berpikir keadaan mereka yang miskin, dan ibu yang harus
banting tulang meskipun sering sakit-sakitan. Setiap ibunya mengajaknya
ke sawah, ia selalu menolak.<br />
Suatu hari, ibunya mengajak anaknya
berbelanja ke pasar. Jarak pasar dari rumah mereka sangat jauh, untuk
sampai ke pasar mereka harus berjalan kaki dan membuat putrinya
kelelahan. Namun, anaknya berjalan di depan ibunya dan memakai baju yang
sangat bagus. Semua orang yang melihatnya langsung terpesona dan
mengaggumi kecantikannya, sedangkan ibunya berjalan di belakang membawa
keranjang belanjaan, berpakaian sangat dekil layaknya pembantu.<br />
Karena
letak rumah mereka yang jauh dari masyarakat, kehidupan mmereka tidak
ada satu orang pun yang tahu. Akhirnya, mereka memasuki kedalam desa,
semua mata tertuju kepada kecantikan Putri dari janda tersebut. Banyak
pemuda yang menghampirinya dan memandang wajahnya. Namun, penduduk desa
pun sangat penasaran, siapa perempuan tua di belakangnya tersebut.<br />
‘’ Hai, gadis cantik! Siapakah perempuan tua yang berada di belakangmu? Apakah dia ibumu?’’ Tanya seorang Pemuda.<br />
‘’ Tentu saja bukan, ia hanya seorang pembantu!.’’ Jawabnya dengan sinis.<br />
Sepanjang
perjalanan setiap bertemu dengan penduduk desa, mereka selalu bertanya
hal yang sama. Namun, ia terus menjawab bahwa ibunya adalah pembantunya.
Ibunya sendiri di perlakukan sebagai seorang pembantu.<br />
Pada
awalnya, Sang ibu masih bisa menahan diri, setiap kali mendengar jawaban
dari Putri kandungnya sendiri. Namun, mendengar berulang kali dan
jawabannya itu sangat menyakkitkan hatinya, tiba-tiba sang ibu
berhenti, dan duduk pinggir jalan sambil meneteskan air mata.<br />
‘’ Bu, kenapa berhenti di tengah jalan? Ayo lanjutkan perjalanan.’’ Tanya putrinya heran.<br />
Beberapa
kali ia bertanya. Namun, ibunya sama sekali tidak menjawab. Sang ibu
malah menengadahkan kedua tangannya ke atas dan berdoa. Melihat hal
aneh yang di lakukan ibunya, sang anak merasa kebingungan.<br />
‘’ Ibu sedang apa sekarang!’’ bentak putrinya.<br />
Sang ibu tetap tidak menjawab, dan meneruskan doanya untuk menghukum putrinya sendiri.<br />
‘’
Ya Tuhan, ampunilah hamba yang lemah ini, maafkan hamba yang tidak bisa
mendidik putrid hamba sendiri, sehingga ia menjadi anak yang durhaka.
Hukumlah anak durhaka ini.’’ Doa sang Ibu.<br />
Tiba-tiba, langit
menjadi mendung dan gelap, petir mulai menyambar dan hujan pun turun.
Perlahan-lahan, tubuhnya berubah menjadi batu. Kakinya mulai berubah
menjadi batu dan sudah mencapai setengah badan. Gadis itu menangis
memohon ampun kepada ibunya. Ia merasa ketakutan.<br />
‘’ Ibu, tolong
aku. Apa yang terjadi dengan kakiku? ibu maafkan aku. Aku janji akan
menjadi anak yang baik bu’’ teriak Putrinya ketakutan.<br />
Gadis
tersebut terus menangis dan memohon. Namun, semuanya sudah terlambat.
Hukuman itu tidak dapat di hindari. Seluruh tubuhnya perlahan berubah
menjadi batu. Gadis durhaka itu hanya menangis dan menagis menyesali
perbuatannya. Sebelum kepalanya menjadi batu, sang ibu masih melihat air
matanya yang keluar. Semua orang yang berada di sana menyaksikkan
peristiwa tersebut. Seluruh tubuh gadis itu berubah menjadi batu.<br />
Sekalipun
sudah menjadi batu. Namun, melihat kedua matanya masih menitihkan air
mata seperti sedang menangis. Oleh karena itu, masyarakat tersebut
menyebutnya dengan Batu Menangis. Batu Menangis tersebut masih ada
sampai sekarang.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-54518738816345014392015-10-19T22:53:00.002-07:002015-10-19T22:53:20.954-07:00Legenda Panglima Lidah Hitam<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-Dm81HEZldjM/ViXWsv3cJ-I/AAAAAAAAAss/vyPMhXUvRNU/s1600/Kumpulan-Cerita-Dongeng-Rakyat-Nusantara-dari-Sulawesi.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://4.bp.blogspot.com/-Dm81HEZldjM/ViXWsv3cJ-I/AAAAAAAAAss/vyPMhXUvRNU/s400/Kumpulan-Cerita-Dongeng-Rakyat-Nusantara-dari-Sulawesi.jpg" width="281" /> </a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
Pada zaman dahulu kala disebuah
puncak bukit di Napo, berkuasa seorang raja yang
bernama Raja Balinapa. Raja ini sangat aneh, sudah
berkuasa tiga puluh tahun lebih tetapi tidak mau
melepaskan tahtanya. Jangankan kepada orang lain,
kepada anaknya sendiri ia tak mau mewariskan kekuasaan
kerajaannya itu.<br /> <br />
Ia ingin berkuasa terus sepanjang masa, padahal
semakin hari usianya semakin bertambah. Dan tidak
ada manusia yang abadi. Tiap manusia pada akhirnya
pasti akan mati.<br /> <br />
Raja Balinapa selalu berusaha keras menjaga kesehatan
badannya, baik dengan olahraga secara teratur, latihan
perang, maupun berburu. Tidak lupa rajin minum jamu
dan obat ramuan tabib terkenal, semua itu dilakukannya
agar dapat berumur panjang.<br /> <br />
Karena tidak mau mewariskan kekuasaanya, maka ia
hanya mempunyai anak-anak perempuan. Tiap permaisurinya
melahirkan anak laki-laki ia langsung membunuhnya,
agar nanti tidak dapat merebut kekuasaan kerajaannya.<br />
<br />
Tiap kali Permaisuri hamil ia selalu cemas. Jangan-jangan
anaknya laki-laki. Pasti akan dibunuh suaminya.
Maka selalu berharap anak yang dikandungnya adalah
seorang bayi perempuan.<br /> <br />
Pada suatu ketika permaisuri sedang hamil besar,
kebetulan pula Raja Balinapa akan berburu ke daerah
Mosso. Maka istrinya dibawa serta karena Raja takut
kalau permaisuri melahirkan anak laki-laki, pasti
permaisuri tidak tega membunuhnya.<br /> <br />
Sebelum Raja pergi berburu beliau berpesan kepada
Panglima Perang Puang Mosso, ”<span class="dbold">Jika
besok atau lusa saya belum kembali sementara permaisuri
melahirkan anak laki-laki, maka bunuhlah anak itu.</span>”<br />
<br />
“<span class="dbold">Siap Baginda. Segala
perintah Baginda pasti hamba kerjakan.</span>”
jawab Puang Mosso.<br />
<br />
Raja Balinapa memang cerdik. Kekhawatirannya terbukti.
Sehari setelah ia setelah berangkat berburu, Permaisuri
yang tinggal di Mosso melahirkan bayi laki-laki.
Bayi itu memiliki lidah yang berbulu dan berwarna
hitam. Oleh karena itu, Puang Mosso binggung ketika
memikirkan bayi yang baru lahir itu ternyata seorang
bayi laki-laki.<br />
<br />
“<span class="dbold">Kalau Raja disini, anak
itu pasti disembelih</span>”, katanya dalam
hati.<br />
<br />
Raja Balinapa tidak saja mempercayakan Puang Mosso
untuk mengawasi Permaisuri. Ia juga menugaskan anjing
terlatih yang menjadi pengawal raja. Mengetahui
Permaisuri melahirkan, anjing pengawal raja yang
bertugas menjaga permaisuri segera menjilati sarung
bekas bersalin Permaisuri, sehingga meninggalkan
darah di moncong si anjing. Selanjutnya anjing tersebut
datang menghadap Raja sambil menggonggong terus
memperlihatkan darah di moncongnya. Oleh karena
itu, Raja Balinapa mengerti bahwa permaisurinya
sudah melahirkan.<br />
<br />
Sementara itu, Puang Mosso merasa kasihan sekali
melihat keadaan bayi laki-laki itu, bayi itu agak
lain daripada bayi-bayi kebanyakan. Lidahnya berbulu
dan berwarna hitam. Ia tak tega untuk menyembelih
bayi itu. Ia mencari akal. Lalu menyembelih seekor
kambing dan membuatkan nisan untuk kuburan.<br />
<br />
Ketika Raja kembali dari berburu, ia langsung bertanya,
”<span class="dbold">Apakah Permaisuri sudah
melahirkan?</span>” <br />
<br />
Dijawab oleh Puang Mosso, “<span class="dbold">Permaisuri
melahirkan anak laki-laki dan hamba langsung menyembelihnya
sebagaimana pesan Baginda. Marilah hamba antarkan
Baginda untuk melihat kuburan anak itu.</span>”<br />
<br />
Raja bersama Puang Mosso berangkat ke kuburan. Raja
pun percaya bahwa anak laki-lakinya sudah disembelih.<br />
<br />
Benarkah demikian? Kemana sebenarnya anak itu disembunyikan
Puang Mosso? Raja Balinapa sama sekali tidak mengetahuinya.<br />
<br />
Hari berganti tahun berlalu. Putra raja itu makin
besar, dia sudah pandai belajar dan mengenal orang.
Karena khawatir rahasianya akan diketahui oleh Raja
nantinya, maka Puang Mosso menitipkan putra raja
kepada seseorang yang sedang berlayar ke Pulau Salemo
yang jauh dari bukit Napo.<br />
<br />
Setelah di Salemo, anak itu semakin tumbuh menjadi
remaja. Dia senang memanjat. Suatu hari, ketika
ia sedang memanjat pohon, tiba-tiba datang seekor
burung Rajawali raksasa yang mencengkeram pundaknya,
lalu membawanya terbang ke tempat yang jauh. Sampai
di Gowa, burung Rajawali menjatuhkan anak itu ditengah
sawah. Seorang petani kebetulan melihatnya saat
jatuh dari cengkeraman burung Rajawali. Petani itu
melapor kepada Raja Gowa, “<span class="dbold">Di
tengah sawah kami melihat seorang anak yang sangat
gagah, berbaju merah. Kalau kita tanya anak dari
mana, dia tidak menjawab.</span>”<br />
<br />
Begitu Raja Gowa mengamati anak itu, segera tertarik
dan berkata dalam hati, “<span class="dbold">Hemm,
anak ini bukan sembarangan.</span>” Oleh karena
itu dipeliharalah anak tersebut hingga dewasa, diajari
segala macam ilmu keperwiraan sehingga menjadi orang
yang kuat, gagah dan sakti.<br />
<br />
Raja Gowa kemudian dan mengangkat orang yang diterbangkan
Rajawali ini menjadi panglima perang. Kalau Raja
pergi berperang, pasukannya selalu menang berkat
kesaktian panglimanya. Keahliannya di medan perang
tak tertandingi.<br />
<br />
Berita tentang kesaktian panglimanya terkenal dan
tersebar ke berbagai penjuru wilayah. Sehingga Raja
Gowa memberi gelar panglimanya I Manyambungi.<br />
<br />
Sementara itu di bukit Napo, Raja Balinapa yang
sebetulnya ayahanda I Manyambungi telah mati karena
diserang oleh Raja Lego yang sakti. Raja ini sangat
berkuasa dan kejam. Ia suka menyembelih orang dan
mengganggu rakyat yang berada di negeri sekitarnya.
Untuk mengatasi hal ini, para raja bawahan dan sekitarnya
mulai prihatin dan mengadakan pertemuan. Karena
sudah banyak orang yang dibunuh dan tidak ada yang
bisa menekan si Raja Lego yang sakti tapi kejam
tersebut.<br />
<br />
Salah seorang diantaranya berkata, ”<span class="dbold">Ada
berita baik, di Gowa ada seorang panglima perang
yang sangat sakti, barangkali kita dapat minta tolong
padanya untuk melawan Raja Lego.</span>”<br />
<br />
Kemudian diutuslah seseorang ke Gowa untuk menemui
panglima I Manyambungi. Akan tetapi I Manyambungi
menolak dan berkata, “<span class="dbold">Saya
akan turut ke Balanipa membantu kalian jika Puang
Mosso yang datang menjemputku. Janji saya ini tidak
boleh didengar oleh Raja Gowa, karena beliau melarangku
meninggalkan negeri ini.</span>”<br />
<br />
Tiba di Mosso, utusan bernama Puang Napo itu berkata
kepada Puang Mosso, “<span class="dbold">Pergilah
ke Gowa karena beliau mau kesini kalau Puang Mosso
sendiri yang menjemputnya.</span>” Tiba-tiba
Puang Mosso tersentak kaget, heran dan cemas. Mengapa
harus dia yang menjemput I Manyambungi. Ada hubungan
apa dan kepentingan apa Panglima Perang terkenal
Gowa itu dengannya? Agar tak penasaran segera berangkatlah
Puang Mosso dengan kapal layar ke Gowa. Tiba di
Gowa beliau menghadap I Manyambungi dengan dada
berdebar-debar. Berkatalah I Manyambungi, “<span class="dbold">Saya
betul-betul akan berangkat ke Balanipa, karena saya
mengingat budi baikmu kepadaku, sewaktu kecil engkaulah
yang menyelamatkan dan memeliharaku.</span>”<br />
<br />
Dada Puang Mosso berdebar. "<span class="dbold">Jangan-jangan,
dialah anak Raja Balinapa yang diselamatkannya dahulu
dan sekarang bernama I Manyambungi,</span>"
pikirnya antara khawatir dan gembira. Puang Mosso
terus mengamati I Manyambungi dan memohon, “<span class="dbold">Maafkan
hamba Tuan, coba julurkanlah lidah Tuan.</span>”
Ketika lidahnya dijulurkan dan terlihat lidah itu
berwarna hitam dan berbulu, Puang Mosso langsung
berteriak keras sembari memeluk I Manyambungi dan
berkata, “<span class="dbold">Benar, engkaulah
putra Raja Balinapa.</span>”<br />
<br />
Tidak lama kemudian, pada waktu tengah malam berangkatlah
mereka meninggalkan negeri Gowa dengan diam-diam
karena jika pamit kepada Raja Gowa pasti takkan
direstui kepergian I Manyambungi ke kampung halamannya.<br />
<br />
Setelah sampai, kapal layar mereka merapat di Tangnga-Tangnga.
Mereka lalu menurunkan semua peralatan perang dan
membawanya ke bukit Napo. Itulah sebabnya I Manyambungi
juga dinamakan To Dilaling yang berarti orang yang
hijrah karena ia pindah dari Gowa ke Napo yaitu
salah satu daerah Mandar. Dilaling (<span class="ditalic">orang
yang hijrah</span>) karena beliau pindah dari Gowa
ke Napo (<span class="ditalic">salah satu daerah
Mandar</span>).<br />
<br />
Sementara itu Raja Lego memerintah kerajaan Napo
dengan kejam sekali. Ia berbuat sekehendak hatinya.
Kalau menginginkan harta tidak peduli milik siapa
harus diperolehnya, baik dengan cara halus maupun
dengan cara kekerasan. Begitu pula jika ia ingin
kawin, tak peduli wanita yang diinginkan menolak
atau menerima, masih gadis atau sudah bersuami pasti
dipaksanya menjadi istrinya. Akibatnya kebanyakan
rakyat menaruh dendam dan sangat membencinya. Maka
ketika I Manyambungi mengajak rakyat berjuang melawan
Raja Lego, ajakannya itu disambut dengan suka cita.
Pada hari yang ditentukan mereka menyerbu istana.
Khusus Raja Lego dihadapi oleh I Manyambungi sendiri.
Dalam pertempuran yang sangat dahsyat, Raja Lego
akhirnya dapat dikalahkan oleh I Manyambungi. Raja
kejam itu tewas diujung badik I Manyambungi. Akhirnya,
I Menyambungi yang menjadi penerus tahta kerajaan
Balinapa yang kacau-balau pada waktu itu. Pada masa
pemerintahan I Manyambungi negeri tersebut menjadi
aman, makmur dan sentosa.<br />
<br />
Janganlah seseorang itu terlalu mementingkan diri
sendiri sehingga dapat merugikan orang lain, seperti
yang ditunjukkan oleh Raja Balinapa. Karena takut
diganti, ia rela membunuh anak laki-lakinya.<br />
<br />
Kedua, manusia tidak sepatutnya menyombongkan kekuatan
dan kesaktiannya seperti Raja Lego untuk menindas
yang lemah. Karena sesungguhnya tidak ada manusia
yang mau ditindas oleh orang lain.<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-46200921540534679072015-10-19T22:48:00.001-07:002015-10-19T22:48:14.536-07:00Ande-Ande Lumut<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-ZtOLcZlKYcg/ViXVbkwwehI/AAAAAAAAAsg/eZuWu85BQcM/s1600/ande%2Blumt.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://1.bp.blogspot.com/-ZtOLcZlKYcg/ViXVbkwwehI/AAAAAAAAAsg/eZuWu85BQcM/s640/ande%2Blumt.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
Pada zaman dahulu, ada sebuah Kerajaan besar yang bernama Kerajaan
Kahuripan. Namun, untuk mencegah perang persaudaraan Kerajaan Kahuripan
di bagi menjadi dua Kerajaan, yaitu Kerajaan Kediri dan Kerajaan
Jenggala. Suatu hari sebelum Raja Erlangga meninggal, ia berpesan untuk
menyatukan kembali kedua Kerajaan tersebut.<br />
Akhirnya, kedua
Kerajaan tersebut bersepakat untuk menyatukan kedua Kerajaan, dengan
cara menikahkan Pangeran dari Kerajaan Jenggala, yaitu Raden Panji
Asmarabangun. Dengan Putri cantik Dewi Sekartaji dari Kerajaan Kediri.<br />
<div class="wp-caption alignright" id="attachment_1608" style="width: 309px;">
<a href="http://dongengceritarakyat.com/wp-content/uploads/2015/10/Legenda-Cerita-Rakyat-Ande-Ande-Lumut.jpg"><img alt="Legenda Cerita Rakyat Ande Ande Lumut" class=" wp-image-1608" height="350" src="http://dongengceritarakyat.com/wp-content/uploads/2015/10/Legenda-Cerita-Rakyat-Ande-Ande-Lumut.jpg" width="299" /></a><div class="wp-caption-text">
Legenda Cerita Rakyat Ande Ande Lumut</div>
</div>
Namun,
keputusan untuk menikahkan Pangeran Raden Panji Asmarabangun dengan
Putri Sekartaji, di tentang oleh Ibu Tiri Putri Sekartaji. Karena Istri
kedua dari kerajaan Kediri menginginkan Putri kandungnya sendiri yang
menjadi Ratu Jenggala. Akhirnya, ia merencanakan untuk menculik dan
menyembunyikan Putri Sekartaji dan ibu kandungnya.<br />
Suatu hari,
Raden Panji datang ke Kerajaan Kediri untuk menikah dengan Dewi
Sekartaji. Namun, Putri Sekartaji sudah menghilang. Mengetahui hal itu
Pangeran Panji sangat kecewa. Namun, Ibu tiri Putri Sekartaji
membujuknya untuk tetap melangsungkan pernikahan tersebut. Putri
Sekartaji di gantikan dengan Putri kandungnya Intan Sari. Namun,
Pangeran langsung menolak usulan tersebut.<br />
Karena sangat kecewa,
Pangeran Panji memutuskan untuk mencari Putri Sekar dan Ibunya. Ia
akhirnya mengganti namanya menjadi Ande-ande Lumut. Suatu hari, ia
menolong seorang Nenek yang sedang kesusahan yang bernama Mbok Randa.
Akhirnya, mbok Randa mengangkatnya sebagai anak angkat dan tinggal
dirumah Mbok Randa.<br />
Suatu hari, Ande-ande Lumut meminta ibu
angkatnya untuk mengumumkan bahwa ia sedang mencari calon istri. Banyak
gadis-gadis desa di sekitar desa Dadapan untuk bertemu dan melamar
Ande-ande Lumut. Namun, tidak seorangpun yang ia terima untuk di jadikan
istrinya.<br />
Sementara, Putri Sekar dan ibunya Candrawulan berhasil
membebaskan diri dari sekapan ibu tirinya. Mereka pun mengirimkan pesan
melalui Burung Merpati untuk di sampai kepada Raja dari Kerajaan Kediri.
Mengetahui bahwa Putri Sekar dan Ibunya mengirimkan surat. Intan Sari
dan Ibunya segera melarikan diri.<br />
Putri Sekar sangat senang dan
berniat untuk bertemu dengan Pangeran Panji. Namun, ia pun kecewa karena
Pangeran Panji sudah pergi berkelana. Ia pun memutuskan untuk berkelana
juga untuk mencari Pangeran Panji.<br />
<br />
Suatu hari, ketika
Putri Sekar tiba di rumah seorang janda yang mempunya tiga anak gadis
cantik. Nama ke tiga Janda tersebut adalah, Klenting Merah, Kelentin
Biru dan Klenting Ijo. Akhirnya, Putri Sekar pun mengganti namanya
menjadi Klenting Kuning.<br />
Mendengar berita yang bersumber dan desa
Dadapan kabar itu menyebutkan jika Mbok Randa mempunyai anak angkat,
seorang pemuda yang sangat tampan wajahnya_ Ande-ande Lumut namanya.
Ketampanan Ande-ande Lumut sangat terkenal menjadi buah bibir
dimana-rnana. Banyak gadis yang datang ke desa Dadapan untuk melamar
anak angkat Mbok Randa itu.<br />
Kabar tentang Ande-ande Lumut sedang
mencari Istri terdengar oleh ke ke empat gadis cantik tersebut.
Akhirnya, Janda tersebut menyuruh anak-anaknya untuk pergi menemui
Ande-Ande Lumut.<br />
<div class="wp-caption alignleft" id="attachment_393" style="width: 320px;">
<a href="http://dongengceritarakyat.com/wp-content/uploads/2015/03/sungai-luas-yang-harus-disebrangi-untuk-bertemu-ande-ande-lumut.jpg"><img alt="sungai luas yang harus disebrangi untuk bertemu ande-ande lumut" class=" wp-image-393" height="170" src="http://dongengceritarakyat.com/wp-content/uploads/2015/03/sungai-luas-yang-harus-disebrangi-untuk-bertemu-ande-ande-lumut.jpg" width="310" /></a><div class="wp-caption-text">
sungai luas yang harus disebrangi untuk bertemu ande-ande lumut</div>
</div>
Suatu
hari, mereka segera berangkat. Namun, mereka hanya pergi bertiga karena
Klenting Kuning mempunyai pekerjaan rumah yang belum selesai. Mereka
bertiga saling mendahului agar terpilih oleh Ande-ande Lumut. Namun, di
tengah perjalanan mereka sangat kebingungan karena harus menyebrang
sungai. Di tengah kebingungan tersebut. Tiba-tiba, muncullah. Pemuda
bernama Yuyu Kakang. Ia menawarkan untuk mengantarkan mereka menyebrang.
Tapi, Yuyu Kakang mengajukan satu syarat. ‘’ Jika sudah menyebrangkan
kalian, maka perbolehkan aku untuk mencium kalian bertiga’’ pada awalnya
mereka menolak. Namun, karena itu jalan satu-satunya mereka pun
terpaksa menyetujui persyaratan tersebut.<br />
Sesampainya di rumah
mbok Randa, mereka langsung memperkenalkan diri satu persatu. Melihat
kedatangn ketiga gadis cantik tersebut, ia segera memanggil Ande-ande
Lumut. Namun, ia langsung menolak ketiga gadis tersebut.<br />
Sementara
itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya Kleting Kuning. Kleting Kuning
pun juga berniat datang ke desa Dadapan Untuk bertemu dengan Ande-ande
Lumut. Keinginan itu disarnpaikannya kepada ibu angkatnya. Kleting
Kuning berangkat menyusul ketiga Kleting lainnya. Tibalah ia di tepi
sungai. Ia pun merasa kebingungan untuk menyebrang. Namun, lagi-lagi
Yuyu Kangkang datang menawarkan bantuannya. Sama seperti ketiga Klenting
setelah di sebrangkan Klenting Kuning harus bersedia untuk di cium.
Klenring Kuning pun segera naik ke punggung Yuyu Kangkang.<br />
Setelah
mereka tiba di seberang, Kleting Kuning langsung membuka kotoran ayam
yang dibungkus daun pisang. Ia mengoleskannya pada kedua pipinya. Yuyu
Kangkang kemudian menagih janji. Kleting Kuning segera memasang pipinya
yang diolesi kotoran ayam. Yuyu Kakang pun marah dan menyuruhnya segera
pergi.<br />
Ande-ande Lumut menolak ke tiga Klenting karena telah di
cium oleh Yuyu Kangkang. Tiba-tiba, Ande-ande Lumut sangat terkejut
ketika melihat kedatangan Klenting Kuning. Mbok Randa sangat heran
melihat sikap anak angkatnya. Banyak gadis-gadis cantik yang datang
untuk melamarnya. Namun, ia tolak dengan berbagai alasan. Tapi, melihat
Klenting Kuning yang berpakaian sangat kumal dan badannya yang sangat
bau malah di sambut dengan wajah bahagia dan berseri-seri.<br />
Akhirnya,
Mbok Randa pun terdiam. Ia mengikuti Ande-Ande Lumut menemui gadis itu.
Sementar, Kleting Kuning terkejut sekali melihat Ande-Ande Lumut adalah
tunangannya, Raden Panji Asmarabangun.<br />
Akhirnya, di depan semua
orang, Klenting Kuning langsung mengubah diri menjadi Putri Sekartaji.
Semua orang sangat terkejut melihat sosoknya yang sangat cantik. Ketiga
kakak angkatnya pun sangat terkejut ketika mengetahui jika sosok yang
selama itu mereka perlakukan dengan tidak baik itu ternyata Putri
Sekartaji.<br />
<div class="googlepublisherpluginad" style="clear: none; height: auto; text-align: center; width: 100%;">
<ins class="adsbygoogle" data-ad-channel="WordPressSinglePost" data-ad-client="ca-pub-7752344931804139" data-ad-format="rectangle" data-ad-slot="9786466522" data-adsbygoogle-status="done" data-tag-origin="pso" style="background-color: transparent; display: block; height: 280px; margin: 10px auto;"><ins id="aswift_1_expand" style="background-color: transparent; border: none; display: inline-table; height: 280px; margin: 0; padding: 0; position: relative; visibility: visible; width: 699px;"><ins id="aswift_1_anchor" style="background-color: transparent; border: none; display: block; height: 280px; margin: 0; padding: 0; position: relative; visibility: visible; width: 699px;"></ins></ins></ins></div>
Tak
lama kemudian, mereka di kejutkan oleh Ande-ande Lumut yang membuka
dirinya. Ia tidak lain adalah Pangeran Raden Panji. Kedua sejoli
tersebut sangat bahagia karena dapat bertemu kembali. Akhirnya, Raden
Panji langsung membawa Putri Sekar dan ibu angkatnya Mbok Randa ke
Kerajaan Jenggala. Mereka pun segera melangsungkan pernikahan.<br />
Akhirnya Kerajaan Kediri dan Kerajaan Jenggala dapat bersatu kembali.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-43726604364842551922015-10-19T22:44:00.001-07:002015-10-19T22:44:02.830-07:00Legenda Putri duyung"Nyam, ikan ini lezat sekali," kata si Sulung. Ibu tersenyum
mendengar ucapan anaknya. Mereka sekeluarga memang jarang makan ikan.
Sehari-hari, suaminya hanya menanam ubi dan jagung di ladang, itulah
yang mereka makan.<br />
<div class="wp-caption alignleft" id="attachment_1092" style="width: 310px;">
<a href="http://dongengceritarakyat.com/wp-content/uploads/2015/07/Cerita-Rakyat-Sulawesi-Tengah.jpg"><img alt="Cerita Rakyat Sulawesi Tengah" class="size-full wp-image-1092" height="220" src="http://dongengceritarakyat.com/wp-content/uploads/2015/07/Cerita-Rakyat-Sulawesi-Tengah.jpg" width="300" /></a><div class="wp-caption-text">
Cerita Rakyat Sulawesi Tengah</div>
</div>
"Bu,
boleh aku tambah ikannya lagi?" tanya si Tengah. "Boleh saja, Nak.
Makanlah sampai kenyang," jawab Ibu sambil menyuapi si Bungsu.<br />
Sang
Ayah diam saja. Ia tak menduga anak-anaknya begitu suka pada ikan hasil
tangkapannya itu. Nanti ia akan pergi lagi ke laut, siapa tahu ia
mendapat ikan lagi. "Bu, aku pergi dulu ya. Sisakan satu ekor ikan untuk
makan siangku nanti. Sesudah ke ladang, aku akan ke laut sebentar.
Siapa tahu aku bisa mendapatkan ikan," pamitnya pada ibu. Ibu mengangguk
mengiyakan dan berangkatlah ayah ke ladang.<br />
Setelah Ayah pergi,
Ibu membereskan rumah. Ia menyimpan sisa ikan dan nasi ke lemari makan.
Ketiga anaknya asyik bermain. Mereka berkejar-kejaran dan
berteriak-teriak dengan riang. Ibu itu tersenyum melihat tingkah laku
anak-anaknya. Dalam hati ia bersyukur, hari ini bisa memberikan sedikit
makanan enak pada mereka.<br />
Hari menjelang siang ketika si Bungsu
merengek. "Bu, aku lapar. Aku mau makan nasi don ikan seperti tadi
pagi," katanya. Rupanya ia lapar setelah lelah bermain dengan kedua
kakaknya. \<br />
"Jangan Nak, lebih baik kau makan ubi rebus saja. Ayo, sini Ibu ambilkan," jawab Ibu.<br />
"Tidak
mau Bu, aku mau makan nasi dan ikan," rengek si Bungsu lagi. Kali ini
ia merengek sambil menangis. Tapi Ibu tetap bersikukuh. Ia tak mau
memberikan ikan itu pada anak bungsunga. Ia tahu benar tabiat suaminya,
jika sudah berpesan, harus dilaksanakan.<br />
Karena permintaannya tak
dikabulkan, maka si Bungsu menangis berguling-guling di tanah. Sambil
meraung-raung, "Ibuuu, aku laparrrr...." Teriak si Bungsu.<br />
Tak
tega melihat keadaan itu, akhirnya Ibu mengalah. Ia menyuapkan nasi dan
ikan pada si Bungsu. Si Sulung dan si Tengah yang melihat adiknya makan
ikan, ikut meminta pada Ibu. Mereka pun makan ikan sisa dari Adiknya
yang bungsu.<br />
Apa yang terjadi kemudian? Ya, tak ada lagi secuil
ikan pun untuk Ayah. Ikan yang disimpan Ibu habis tak bersisa. "Apa
boleh buat, aku akan menjelaskannya pada suamiku nanti," kata Ibu dalam
hati.<br />
Sang Ayah pulang dari laut. Kali ini ia tak berhasil
mendapat ikan seekor pun. Ia sangat kesal, apalagi ubi di ladangnya juga
dirusak babi hutan.<br />
<div class="wp-caption alignright" id="attachment_468" style="width: 317px;">
<a href="http://dongengceritarakyat.com/wp-content/uploads/2015/03/Contoh-Cerpen-Cerita-Rakyat-Asal-Mula-Ikan-Duyung.jpg"><img alt="Contoh Cerpen Cerita Rakyat Asal Mula Ikan Duyung" class=" wp-image-468" height="201" src="http://dongengceritarakyat.com/wp-content/uploads/2015/03/Contoh-Cerpen-Cerita-Rakyat-Asal-Mula-Ikan-Duyung.jpg" width="307" /></a><div class="wp-caption-text">
Contoh Cerpen Cerita Rakyat Asal Mula Ikan Duyung</div>
</div>
"Istriku,
aku sangat lelah dan lapar. Tolong siapkan makan siangku," pintanya
pada Ibu. "Lho, mana ikan sisa sarapan tadi? Bukankah aku sudah bilang
untuk menyisakan satu untukku?" tanyanya ketika melihat istrinya hanya
menghidangkan ubi rebus.<br />
"Iya Bang, aku tadi sudah simpan. Tapi
apa boleh buat, anak-anak lapar dan minta makan lagi. Akhirnya ikan itu
habis dimakan mereka," jawab Ibu. "Apa? Teganya kau melakukan ini pada
suamimu? Aku bekerja keras seharian dan kau menghabiskan semua ikan yang
kutangkap dengan susah payah?" teriak suaminya.<br />
Ibu hanya
terdiam, ia paham benar watak suaminya yang pemarah. Ia minta maaf dan
berjanji akan menuruti pesan suaminya. Tapi berulang kaii ibu meminta
maaf, sang suami tetap saja mengomel dan menghardiknya dengan kata-kata
yang tak pantas. Hati ibu sakit sekali, sehingga ia memutuskan untuk
meninggalkan rumah. Ya, ia tak tahan lagi pada perlakuan suaminya.<br />
Keesokan
paginya, ketika ketiga anaknya bangun, mereka bingung mencari ibunya.
Ayahnya hanya mengedikkan bahu ketika mereka bertanya ke mana ibunya.<br />
"Mungkin
ke laut untuk mencari ikan untuk kalian. Bukankah kalian sangat
menyukai ikan?" jawab sang Ayah tak peduli. Lalu, ketiga anak itu pergi
ke laut.<br />
Mereka berteriak-teriak memanggil ibunya, "Ibuuu... Ibuu... Ibu di mana? Si Bungsu lapar, ia mau menyusu."<br />
Tiba-tiba,
muncullah ibu dari arah laut lepas. Ia membawa beberapa ekor ikan di
tangannya. Ia segera memeluk ketiga anaknya dan menyusui si Bungsu.
"Pulanglah kalian, bawa ikan ini untuk makan slang kalian," katanya
setelah selesai menyusui. "Ibu tidak ikut pulang?" tanya si Sulung.<br />
"Nanti Ibu akan menyusul kalian," jawabnya singkat. Lalu ia kembali ke tengah lautan.<br />
Ketiga
anak itu pulang sambil membawa beberapa ekor ikan. Si Sulung memanggang
ikan itu untuk lauk makan siang mereka. Sudah sore, Ibu belum juga
pulang. Ketiga anak itu bertahan menunggu ibunya hingga larut malam,
tapi Ibu tak juga pulang. Akhirnya mereka tertidur, sedangkan sang Ayah
tak peduli sedikit pun dengan keadaan istrinya.<br />
<div class="wp-caption alignleft" id="attachment_1093" style="width: 260px;">
<a href="http://dongengceritarakyat.com/wp-content/uploads/2015/07/Cerita-Rakyat-dari-Sulawesi-Tengah.jpg"><img alt="Cerita Rakyat dari Sulawesi Tengah" class="size-full wp-image-1093" height="250" src="http://dongengceritarakyat.com/wp-content/uploads/2015/07/Cerita-Rakyat-dari-Sulawesi-Tengah.jpg" width="250" /></a><div class="wp-caption-text">
Cerita Rakyat dari Sulawesi Tengah</div>
</div>
Keesokan
harinya, ketiga anak itu kembali ke laut. Mereka memanggil-manggil
ibunya." Ibu disini Nak, kemarilah kalian." Terdengar suara Ibu menjawab
panggilan mereka.<br />
Ketiga anak itu terkejut melihat ibunya.
Wajahnya memang wajah ibu mereka namun badannya sungguh mengerikan.
Badannnya penuh sisik dan tidak berkaki. Si Ibu memiliki ekor sama
persis seperti ikan.<br />
Si Bungsu menangis keras melihat ibunya, ia bahkan menolak untuk di susui.<br />
Si Sulung marah." Kau bukan ibu kami, kau pasti ikan yang mencelakai Ibu kami. Ibu ibu dimana ibu?" teriak si Sulung.<br />
"Percayalah
Nak, aku ini ibumu. Ibu berubah Seperti ini karena bertekad untuk
tinggal di laut. Ibu sudah tidak tahan dengan perlakuan ayah kalian." Si
Ibu mencoba menjelaskan. Namun ketiga anaknya bergeming. Mereka malah
meninggalkan ibunya dan pulang kerumah. Hati wanita yang saat ini
berubah wujud menjadi manusia setengah ikan sangat hancur. Ia tidak
menyangka keputusannya akan memisahkannya dengan anak-anak yang sangat
dicintainya. Ia hanya bisa menangis dan kembali ke laut. Sejak saat itu
dia dikenal dengan nama ikan duyung. Karena kecantikannya banyak juga
orang yang menyebut Putri duyung.<br />
<blockquote>
Pesan moral dari
Cerita Rakyat Sulawesi Tengah : Legenda Putri Duyung untukmu adalah
janganlah menyakiti hati orang lain. Berhati-hatilah dalam mengambil
keputusan supaya tidak menyesal di kemudian hari.</blockquote>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-46821623921486035832015-10-19T21:59:00.003-07:002015-10-19T21:59:44.409-07:00Legenda Telaga Warna <br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-nBhpPjFP8JI/ViXJ8j-xX_I/AAAAAAAAAsQ/qhGOm5bYpm0/s1600/telaga%2Bwarna.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="http://2.bp.blogspot.com/-nBhpPjFP8JI/ViXJ8j-xX_I/AAAAAAAAAsQ/qhGOm5bYpm0/s400/telaga%2Bwarna.JPG" width="400" /></a></div>
<br />
Jaman dahulu ada sebuah kerajaan di Jawa Barat bernama
Kutatanggeuhan. Kutatanggeuhan merupakan kerajaan yang makmur dan damai.
Rakyatnya hidup tenang dan sejahtera karena dipimpin oleh raja yang
bijaksana. Raja Kutatanggeuhan bernama Prabu Suwartalaya dan
permaisurinya bernama Ratu Purbamanah. Sayang Prabu dan Ratu belum
dikaruniai keturunan sehingga mereka selalu merasa kesepian. Rakyat pun
sangat mengkhawatirkan keadaan ini, karena siapa yang akan menggantikan
Prabu dan Ratu kelak?<br />
Akhirnya Raja memutuskan untuk bersemedi. Dia pergi ke gunung dan
menemukan sebuah gua. Disanalah dia bersemedi, berdoa kepada Tuhan
supaya dikaruniai keturunan. Setelah berhari-hari Prabu Suwartalaya
berdoa, suatu hari tiba-tiba terdengar suara gaib.<br />
“Benarkah kau menginginkan keturunan Prabu Suwartalaya?” kata suara gaib tersebut.<br />
“Ya! Saya ingin sekali memiliki anak!” jawab Prabu Suwartalaya.<br />
“Baiklah! Doamu akan terkabul. Sekarang pulanglah!” kata suara gaib.<br />
Maka Prabu Suwartalaya pun pulang dengan gembira. Benar saja beberapa
minggu kemudian, Ratu pun mengandung. Semua bersuka cita. Terlebih lagi
ketika sembilan bulan kemudian Ratu melahirkan seorang putri yang
cantik. Dia diberi nama Putri Gilang Rukmini. Prabu Suwartalaya
mengadakan pesta yang meriah untuk merayakan kelahiran putri mereka.
Putri Gilang Rukmini pun menjadi putri kesayangan rakyat Kutatanggeuhan.<br />
Beberapa tahun telah berlalu, putri Gilang Rukmini tumbuh menjadi
gadis yang cantik jelita. Sayang putri Gilang Rukmini sangat manja dan
berperangai tidak baik, mungkin karena Prabu dan Ratu sangat
memanjakannya. Maklumlah anak semata wayang. Apapun yang diminta oleh
putri pasti segera dituruti. Jika tidak putri akan sangat marah dan
bertindak kasar. Namun rakyat tetap mencintainya. Mereka berharap suatu
hari perangai putri akan berubah dengan sendirinya.<br />
Seminggu lagi putri Gilang Rukmini akan berusia tujuh belas tahun.
Prabu Suwartalaya akan mengadakan pesta syukuran di istana. Semua rakyat
boleh datang dan memberikan doa untuk putri Gilang Rukmini. Rakyat
berkumpul dan merencanakan hadiah istimewa untuk putri kesayangan
mereka. Akhirnya disepakati bahwa mereka akan menghadiahkan sebuah
kalung yang sangat indah. Kalung itu terbuat dari emas terbaik dan
ditaburi batu-batu permata yang beraneka warna. Maka rakyat dengan
sukarela menyisihkan uang mereka dan mengumpulkannya untuk biaya
pembuatan hadiah tersebut. Mereka memanggil pandai emas terbaik di
kerajaan untuk membuatnya.<br />
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Rakyat berduyun-duyun
datang ke halaman istana tempat pesta ulang tahun putri Gilang Rukmini
diadakan. Di depan istana sudah berdiri sebuah panggung yang megah.
Rakyat bersorak-sorai saat Prabu dan Ratu menaiki panggung. Apalagi
ketika akhirnya putri Gilang Rukmini keluar dari istana dan melambaikan
tangannya. Rakyat sangat gembira melihat putri yang cantik jelita. Pesta
pun berlangsung dengan meriah.<br />
Kini tiba saatnya rakyat mempersembahkan hadiah istimewa mereka.
Mereka memberikan kotak berisi hadiah itu kepada putri Gilang Rukmini.
Prabu Suwartalaya membuka kotak tersebut dan mengeluarkan kalung
beraneka warna yang sangat indah dan memberikannya kepada putri Gilang
Rukmini. putri Gilang Rukmini memandang kalung itu dengan kening
berkerut. Prabu Suwartalaya memandang putrinya, “Ayo nak, kenakan kalung
itu! Itu adalah tanda cinta rakyat kepadamu. Jangan kecewakan mereka
nak!”<br />
“Iya putriku. Kalung itu sangat indah bukan. Ayo kenakan! Biar rakyat senang,” kata Ratu Purbamanah.<br />
“Bagus apanya? Kalung ini jelek sekali. Warnanya norak, kampungan! Aku tidak mau memakainya!” teriak putri Gilang Rukmini.<br />
Dia membanting kalung itu ke lantai hingga hancur. Prabu Suwartalaya,
Ratu Purbamanah dan rakyat Kutatanggeuhan hanya bisa tertegun
menyaksikan kejadian itu. Lalu tangis Ratu Purbamanah pecah. Dia sangat
sedih melihat kelakuan putrinya. Akhirnya semua pun meneteskan air mata,
hingga istana pun basah oleh air mata mereka. Mereka terus menangis
hingga air mata mereka membanjiri istana, dan tiba-tiba saja dari dalam
tanah pun keluar air yang deras, makin lama makin banyak. Hingga
akhirnya kerajaan Kutatanggeuhan tenggelam dan terciptalah sebuah danau
yang sangat indah.<br />
Kini danau itu masih bisa kita temui di daerah Puncak, Jawa Barat.
Danau itu dinamakan Telaga Warna, karena jika hari cerah, airnya akan
memantulkan cahaya matahari hingga tampak berwarna-warni. Katanya, itu
adalah pantulan warna yang berasal dari kalung putri Gilang Rukmini.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-60328916278171967272015-10-19T21:55:00.003-07:002015-10-19T21:55:55.800-07:00Legenda Situ Bagendit<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-Uim3rh3n4Eg/ViXJOZ14nCI/AAAAAAAAAsI/gppNTUGiJC4/s1600/situ-bagendit.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="426" src="http://1.bp.blogspot.com/-Uim3rh3n4Eg/ViXJOZ14nCI/AAAAAAAAAsI/gppNTUGiJC4/s640/situ-bagendit.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
Pada jaman dahulu kala disebelah utara kota garut ada sebuah desa
yang penduduknya kebanyakan adalah petani. Karena tanah di desa itu
sangat subur dan tidak pernah kekurangan air, maka sawah-sawah mereka
selalu menghasilkan padi yang berlimpah ruah. Namun meski begitu, para
penduduk di desa itu tetap miskin kekurangan.<br />
Hari masih sedikit gelap dan embun masih bergayut di dedaunan, namun
para penduduk sudah bergegas menuju sawah mereka. Hari ini adalah hari
panen. Mereka akan menuai padi yang sudah menguning dan menjualnya
kepada seorang tengkulak bernama Nyai Endit.<br />
Nyai Endit adalah orang terkaya di desa itu. Rumahnya mewah, lumbung
padinya sangat luas karena harus cukup menampung padi yang dibelinya
dari seluruh petani di desa itu. Ya! Seluruh petani. Dan bukan dengan
sukarela para petani itu menjual hasil panennya kepada Nyai Endit.Mereka
terpaksa menjual semua hasil panennya dengan harga murah kalau tidak
ingin cari perkara dengan centeng-centeng suruhan nyai Endit. Lalu jika
pasokan padi mereka habis, mereka harus membeli dari nyai Endit dengan
harga yang melambung tinggi.<br />
“Wah kapan ya nasib kita berubah?” ujar seorang petani kepada
temannya. “Tidak tahan saya hidup seperti ini. Kenapa yah, Tuhan tidak
menghukum si lintah darat itu?”<br />
“Sssst, jangan kenceng-kenceng atuh, nanti ada yang denger!” sahut
temannya. “Kita mah harus sabar! Nanti juga akan datang pembalasan yang
setimpal bagi orang yang suka berbuat aniaya pada orang lain. Kan Tuhan
mah tidak pernah tidur!”<br />
Sementara iru Nyai Endit sedang memeriksa lumbung padinya.<br />
“Barja!” kata nyai Endit. “Bagaimana? Apakah semua padi sudah dibeli?” kata nyai Endit.<br />
“Beres Nyi!” jawab centeng bernama Barja. “Boleh diperiksa lumbungnya
Nyi! Lumbungnya sudah penuh diisi padi, bahkan beberapa masih kita
simpan di luar karena sudah tak muat lagi.”<br />
“Ha ha ha ha…! Sebentar lagi mereka akan kehabisan beras dan akan
membeli padiku. Aku akan semakin kaya!!! Bagus! Awasi terus para petani
itu, jangan sampai mereka menjual hasil panennya ke tempat lain. Beri
pelajaran bagi siapa saja yang membangkang!” kata Nyai Endit.<br />
Benar saja, beberapa minggu kemudian para penduduk desa mulai
kehabisan bahan makanan bahkan banyak yang sudah mulai menderita
kelaparan. Sementara Nyai Endit selalu berpesta pora dengan
makanan-makanan mewah di rumahnya.<br />
“Aduh pak, persediaan beras kita sudah menipis. Sebentar lagi kita
terpaksa harus membeli beras ke Nyai Endit. Kata tetangga sebelah
harganya sekarang lima kali lipat disbanding saat kita jual dulu.
Bagaimana nih pak? Padahal kita juga perlu membeli keperluan yang lain.
Ya Tuhan, berilah kami keringanan atas beban yang kami pikul.”<br />
Begitulah gerutuan para penduduk desa atas kesewenang-wenangan Nyai Endit.<br />
Suatu siang yang panas, dari ujung desa nampak seorang nenek yang
berjalan terbungkuk-bungkuk. Dia melewati pemukiman penduduk dengan
tatapan penuh iba.<br />
“Hmm, kasihan para penduduk ini. Mereka menderita hanya karena kelakuan
seorang saja. Sepertinya hal ini harus segera diakhiri,” pikir si nenek.<br />
Dia berjalan mendekati seorang penduduk yang sedang menumbuk padi.<br />
“Nyi! Saya numpang tanya,” kata si nenek.<br />
“Ya nek ada apa ya?” jawab Nyi Asih yang sedang menumbuk padi tersebut<br />
“Dimanakah saya bisa menemukan orang yang paling kaya di desa ini?” tanya si nenek<br />
“Oh, maksud nenek rumah Nyi Endit?” kata Nyi Asih. “Sudah dekat nek.
Nenek tinggal lurus saja sampai ketemu pertigaan. Lalu nenek belok kiri.
Nanti nenek akan lihat rumah yang sangat besar. Itulah rumahnya. Memang
nenek ada perlu apa sama Nyi Endit?”<br />
“Saya mau minta sedekah,” kata si nenek.<br />
“Ah percuma saja nenek minta sama dia, ga bakalan dikasih. Kalau nenek
lapar, nenek bisa makan di rumah saya, tapi seadanya,” kata Nyi Asih.<br />
“Tidak perlu,” jawab si nenek. “Aku Cuma mau tahu reaksinya kalau ada
pengemis yang minta sedekah. O ya, tolong kamu beritahu penduduk yang
lain untuk siap-siap mengungsi. Karena sebentar lagi akan ada banjir
besar.”<br />
“Nenek bercanda ya?” kata Nyi Asih kaget. “Mana mungkin ada banjir di musim kemarau.”<br />
“Aku tidak bercanda,” kata si nenek.”Aku adalah orang yang akan memberi
pelajaran pada Nyi Endit. Maka dari itu segera mengungsilah, bawalah
barang berharga milik kalian,” kata si nenek.<br />
Setelah itu si nenek pergi meniggalkan Nyi Asih yang masih bengong.<br />
Sementara itu Nyai Endit sedang menikmati hidangan yang berlimpah,
demikian pula para centengnya. Si pengemis tiba di depan rumah Nyai
Endit dan langsung dihadang oleh para centeng.<br />
“Hei pengemis tua! Cepat pergi dari sini! Jangan sampai teras rumah ini kotor terinjak kakimu!” bentak centeng.<br />
“Saya mau minta sedekah. Mungkin ada sisa makanan yang bisa saya makan. Sudah tiga hari saya tidak makan,” kata si nenek.<br />
“Apa peduliku,” bentak centeng. “Emangnya aku bapakmu? Kalau mau makan
ya beli jangan minta! Sana, cepat pergi sebelum saya seret!”<br />
Tapi si nenek tidak bergeming di tempatnya. “Nyai Endit keluarlah! Aku mau minta sedekah. Nyai Endiiiit…!” teriak si nenek.<br />
Centeng- centeng itu berusaha menyeret si nenek yang terus berteriak-teriak, tapi tidak berhasil.<br />
“Siapa sih yang berteriak-teriak di luar,” ujar Nyai Endit. “Ganggu orang makan saja!”<br />
“Hei…! Siapa kamu nenek tua? Kenapa berteriak-teriak di depan rumah orang?” bentak Nyai Endit.<br />
“Saya Cuma mau minta sedikit makanan karena sudah tiga hari saya tidak makan,” kata nenek.<br />
“Lah..ga makan kok minta sama aku? Tidak ada! Cepat pergi dari sini! Nanti banyak lalat nyium baumu,” kata Nyai Endit.<br />
Si nenek bukannya pergi tapi malah menancapkan tongkatnya ke tanah lalu memandang Nyai Endit dengan penuh kemarahan.<br />
“Hei Endit..! Selama ini Tuhan memberimu rijki berlimpah tapi kau tidak
bersyukur. Kau kikir! Sementara penduduk desa kelaparan kau malah
menghambur-hamburkan makanan” teriak si nenek berapi-api. “Aku datang
kesini sebagai jawaban atas doa para penduduk yang sengsara karena
ulahmu! Kini bersiaplah menerima hukumanmu.”<br />
“Ha ha ha … Kau mau menghukumku? Tidak salah nih? Kamu tidak lihat
centeng-centengku banyak! Sekali pukul saja, kau pasti mati,” kata Nyai
Endit.<br />
“Tidak perlu repot-repot mengusirku,” kata nenek. “Aku akan pergi dari sini jika kau bisa mencabut tongkatku dari tanah.”<br />
“Dasar nenek gila. Apa susahnya nyabut tongkat. Tanpa tenaga pun aku bisa!” kata Nyai Endit sombong.<br />
Lalu hup! Nyai Endit mencoba mencabut tongkat itu dengan satu tangan.
Ternyata tongkat itu tidak bergeming. Dia coba dengan dua tangan. Hup
hup! Masih tidak bergeming juga.<br />
“Sialan!” kata Nyai Endit. “Centeng! Cabut tongkat itu! Awas kalau sampai tidak tercabut. Gaji kalian aku potong!”<br />
Centeng-centeng itu mencoba mencabut tongkat si nenek, namun meski sudah
ditarik oleh tiga orang, tongkat itu tetap tak bergeming.<br />
“Ha ha ha… kalian tidak berhasil?” kata si nenek. “Ternyata tenaga kalian tidak seberapa. Lihat aku akan mencabut tongkat ini.”<br />
Brut! Dengan sekali hentakan, tongkat itu sudah terangkat dari tanah.
Byuuuuurrr!!!! Tiba-tiba dari bekas tancapan tongkat si nenek menyembur
air yang sangat deras.<br />
“Endit! Inilah hukuman buatmu! Air ini adalah air mata para penduduk
yang sengsara karenamu. Kau dan seluruh hartamu akan tenggelam oleh air
ini!”<br />
Setelah berkata demikian si nenek tiba-tiba menghilang entah kemana.
Tinggal Nyai Endit yang panik melihat air yang meluap dengan deras. Dia
berusaha berlari menyelamatkan hartanya, namun air bah lebih cepat
menenggelamkannya beserta hartanya.<br />
Di desa itu kini terbentuk sebuah danau kecil yang indah. Orang
menamakannya ‘Situ Bagendit’. Situ artinya danau dan Bagendit berasal
dari kata Endit. Beberapa orang percaya bahwa kadang-kadang kita bisa
melihat lintah sebesar kasur di dasar danau. Katanya itu adalah
penjelmaan Nyai Endit yang tidak berhasil kabur dari jebakan air bah.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-43092617714193498592015-10-19T21:51:00.003-07:002015-10-19T21:51:52.107-07:00Hikayat Musang Berjanggut<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-8DPYfg_rLLQ/ViXISfzKQiI/AAAAAAAAAsA/pQmyiHYlf6w/s1600/1324647761r_Musang-Berjanggut-%2526-Setangk.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://1.bp.blogspot.com/-8DPYfg_rLLQ/ViXISfzKQiI/AAAAAAAAAsA/pQmyiHYlf6w/s400/1324647761r_Musang-Berjanggut-%2526-Setangk.jpg" width="360" /></a></div>
<br />
Raja memerintahkan Cik Awang, suami Syarifah–perempuan berparas
cantik–mencari musang berjanggut. Jika tidak dapat, maka leher Cik Awang
akan dipenggal. Cik Awang gelisah karena tidak mungkin ada musang yang
berjanggut.<br />
Namun, Syarifah paham, perintah Raja itu merupakan siasat untuk
menyingkirkan suaminya, dan kemudian menjadikannya sebagai istri. Tidak
hanya Raja yang menginginkan Syarifah, tapi diam-diam Datuk Bendahara,
Tumenggung, dan Datuk Hakim mereka adalah para menteri kerajaan–juga
berupaya mendapatkan Syarifah. Mereka selalu bertandang dan merayu
Syarifah.<br />
Hari itu, Datuk Hakim datang merayu Syarifah. Namun, tiba-tiba Si
Kolok, pesuruh Syarifah, mengabarkan Tumenggung segera datang. Datuk
Hakim ketakutan. Dia meminta Syarifah menyembunyikan dirinya. Syarifah
memasukkan Datuk Hakim ke dalam peti mati dan mengunci dari luar.
Seperti Datuk Hakim, Tumenggung pun merayu Syarifah. Namun, tak lama
kemudian dikabarkan Datuk Bendahara akan datang. Tumenggung yang dalam
struktur jabatan lebih rendah, ketakutan. Dia minta Syarifah
menyembunyikan dirinya. Syarifah menyarankan Tumenggung berdiri di pojok
rumah, berpura-pura jadi patung hiasan. Tak ada pilihan Tumenggung
setuju, meski tubuhnya sering gatal-gatal. Masuklah Datuk Bendahara. Dia
juga melamar Syarifah. Namun, giliran Raja dikabarkan datang.<br />
Datuk Bendahara takut setengah mati. Dia minta disembunyikan.
Syarifah menyembunyikan Datuk Bendahara dalam gentong. Ketika Raja
datang ingin melamar Syarifah dengan cara memaksa, para menteri
itu–Datuk Hakim, Tumenggung, Datuk Bendahara mengetahui kelakuan Raja,
yang selama ini mereka hormati. Sampai kemudian, terjadi keributan. Dari
dalam gentong, Datuk Bendahara diam-diam meraih buah-buahan yang dibawa
Raja. Tak sengaja tangannya menyentuh patung Tumenggung. Tumenggung
terperanjat dan berteriak. Semua jadi kacau. Rahasia Raja, Tumenggung,
dan Bendahara terkuak.<br />
Sedangkan Datuk Hakim tetap diam di peti mati. Ketika Raja menagih
pada Cik Awang untuk menunjukkan musang berjanggut, Syarifah dan Cik
Awang langsung membuka peti mati. Terlihatlah Datuk Hakim di sana. Raja,
Tumenggung, dan Datuk Bendahara yang merasa rahasianya pun diketahui
Datuk Hakim terkejut dan serempak membenarkan bahwa yang di dalam peti
mati itu adalah musang berjanggut. Untuk menutup malu dan kebejatannya,
Raja kemudian memuji dan memberikan jabatan untuk Cik Awang yang
berhasil menemukan musang berjanggut.<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-9451412323506426122015-10-19T21:47:00.003-07:002015-10-19T21:47:31.674-07:00Si Gale-Gale<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-bi7AzQ7bASo/ViXHODeh9KI/AAAAAAAAAr0/lmydRXLqsew/s1600/Tari_Sigale-gale_Pulau_Samosir.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="436" src="http://1.bp.blogspot.com/-bi7AzQ7bASo/ViXHODeh9KI/AAAAAAAAAr0/lmydRXLqsew/s640/Tari_Sigale-gale_Pulau_Samosir.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
Dahulu kala ada seorang Raja yang sangat bijaksana yang tinggal di
wilayah Toba. Raja ini hanya memiliki seorang anak, namanya Manggale.
Pada zaman tersebut masih sering terjadi peperangan antar satu kerajaan
ke kerajaan lain.<br />
Raja ini menyuruh anaknya untuk ikut berperang melawan musuh yang
datang menyerang wilayah mereka. Pada saat peperangan tersebut anak Raja
yang semata wayang tewas pada saat pertempuran tersebut.<br />
Sang Raja sangat terpukul hatinya mengingat anak satu-satunya sudah
tiada, lalu Raja jatuh sakit. Melihat situasi sang Raja yang semakin
hari semakin kritis , penasehat kerajaan memanggil orang pintar untuk
mengobati penyakit sang Raja, dari beberapa orang pintar (tabib) yang
dipanggil mengatakan bahwa sang Raja sakit oleh karena kerinduannya
kepada anaknya yang sudah meninggal. Sang tabib mengusulkan kepada
penasehat kerajaan agar dipahat sebuah kayu menjadi sebuah patung yang
menyerupai wajah Manggale, dan saran dari tabib inipun dilaksanakan di
sebuah hutan.<br />
Ketika Patung ini telah selesai, Penasehat kerajaan mengadakan satu
upacara untuk pengangkatan Patung Manggale ke istana kerajaan. Sang
tabib mengadakan upacara ritual, meniup Sordam dan memanggil roh anak
sang Raja untuk dimasukkan ke patung tersebut. Patung ini diangkut dari
sebuah pondok di hutan dan diiringi dengan suara Sordam dan Gondang
Sabangunan.<br />
Setelah rombongan ini tiba di istana kerajaan , Sang Raja tiba-tiba
pulih dari penyakit karena sang Raja melihat bahwa patung tersebut
persis seperti wajah anaknya.<br />
Inilah asal mula dari patung Sigale-gale (Patung putra seorang Raja yang bernama Manggale).Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-22709411316960043982015-10-19T21:43:00.003-07:002015-10-19T21:43:43.811-07:00Roro Jongrang<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-8YJ5U6Pqgj8/ViXGZHfoPbI/AAAAAAAAArs/1WyfMpUFKs0/s1600/roro%2Bjongrang.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="386" src="http://2.bp.blogspot.com/-8YJ5U6Pqgj8/ViXGZHfoPbI/AAAAAAAAArs/1WyfMpUFKs0/s640/roro%2Bjongrang.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama
Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi
kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging.
Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak
mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan
dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.<br />
Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam.
“Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!”,
ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang
yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa,
Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja
Prambanan yang cantik jelita. “Cantik nian putri itu. Aku ingin dia
menjadi permaisuriku,” pikir Bandung Bondowoso.<br />
Esok harinya, Bondowoso mendekati Roro Jonggrang. “Kamu cantik
sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?”, Tanya Bandung Bondowoso
kepada Roro Jonggrang. Roro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan
Bondowoso. “Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung
menginginkanku menjadi permaisurinya”, ujar Loro Jongrang dalam hati.
“Apa yang harus aku lakukan ?”. Roro Jonggrang menjadi kebingungan.
Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan
marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk
mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang tidak suka
dengan Bandung Bondowoso.<br />
“Bagaimana, Roro Jonggrang ?” desak Bondowoso. Akhirnya Roro
Jonggrang mendapatkan ide. “Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada
syaratnya,” Katanya. “Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau
Istana yang megah?”. “Bukan itu, tuanku, kata Roro Jonggrang. Saya minta
dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. “Seribu buah?” teriak
Bondowoso. “Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam.”
Bandung Bondowoso menatap Roro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan
amarah. Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya
membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. “Saya
percaya tuanku bias membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!”, kata
penasehat. “Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!”<br />
Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan
altar batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. “Pasukan jin,
Bantulah aku!” teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian,
langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin
sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. “Apa yang harus kami lakukan Tuan
?”, tanya pemimpin jin. “Bantu aku membangun seribu candi,” pinta
Bandung Bondowoso. Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan
tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun
hampir mencapai seribu buah.<br />
Sementara itu, diam-diam Roro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia
cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. “Wah, bagaimana
ini?”, ujar Roro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang
kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. “Cepat
bakar semua jerami itu!” perintah Roro Jonggrang. Sebagian dayang
lainnya disuruhnya menumbuk lesung. Dung… dung…dung! Semburat warna
merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga
mirip seperti fajar yang menyingsing.<br />
Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. “Wah, matahari akan
terbit!” seru jin. “Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita
dihanguskan matahari,” sambung jin yang lain. Para jin tersebut
berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat
heran melihat kepanikan pasukan jin.<br />
Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Roro Jonggrang ke tempat candi.
“Candi yang kau minta sudah berdiri!”. Roro Jonggrang segera menghitung
jumlah candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. “Jumlahnya kurang
satu!” seru Loro Jonggrang. “Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat
yang saya ajukan”. Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu.
Ia menjadi sangat murka. “Tidak mungkin…”, kata Bondowoso sambil
menatap tajam pada Roro Jonggrang. “Kalau begitu kau saja yang
melengkapinya!” katanya sambil mengarahkan jarinya pada Roro Jonggrang.
Ajaib! Roro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat
ini candi-candi tersebut masih ada dan terletak di wilayah Prambanan,
Jawa Tengah dan disebut Candi Roro Jonggrang.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-90165234881238665022015-10-19T21:40:00.003-07:002015-10-19T21:40:41.215-07:00Legenda Tangkuban Parahu (Sangkuriang)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-Py_7s1A0cuI/ViXFoXTAwPI/AAAAAAAAArk/C5q63qBCpWo/s1600/Sangkuriang.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="430" src="http://1.bp.blogspot.com/-Py_7s1A0cuI/ViXFoXTAwPI/AAAAAAAAArk/C5q63qBCpWo/s640/Sangkuriang.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
Pada jaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa
Barat bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang
diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu Ia berburu
dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana. Sangkuriang tidak
tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.<br />
Pada suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar
hewan buruan. Maka anjing tersebut diusirnya ke dalam hutan. Ketika
kembali ke istana, Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada ibunya.
Bukan main marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar cerita itu. Tanpa
sengaja ia memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi yang
dipegangnya. Sangkuriang terluka. Ia sangat kecewa dan pergi mengembara.<br />
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya. Ia
selalu berdoa dan sangat tekun bertapa. Pada suatu ketika, para dewa
memberinya sebuah hadiah. Ia akan selamanya muda dan memiliki kecantikan
abadi. Setelah bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang akhirnya berniat
untuk kembali ke tanah airnya. Sesampainya disana, kerajaan itu sudah
berubah total. Disana dijumpainya seorang gadis jelita, yang tak lain
adalah Dayang Sumbi. Terpesona oleh kecantikan wanita tersebut maka,
Sangkuriang melamarnya. Oleh karena pemuda itu sangat tampan, Dayang
Sumbi pun sangat terpesona padanya.<br />
Pada suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu. Ia minta
tolong Dayang Sumbi untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya
Dayang Sumbi ketika melihat bekas luka di kepala calon suaminya. Luka
itu persis seperti luka anaknya yang telah pergi merantau. Setelah lama
diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajah
anaknya. Ia menjadi sangat ketakutan. Maka kemudian ia mencari daya
upaya untuk menggagalkan proses peminangan itu. Ia mengajukan dua buah
syarat. Pertama, ia meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum.
Dan kedua, ia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah sampan besar untuk
menyeberang sungai itu. Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum
fajar menyingsing.<br />
Malam itu Sangkuriang melakukan tapa. Dengan kesaktiannya ia
mengerahkan mahluk-mahluk gaib untuk membantu menyelesaikan pekerjaan
itu. Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut. Begitu
pekerjaan itu hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya
untuk menggelar kain sutra merah di sebelah timur kota. Ketika
menyaksikan warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira hari sudah
menjelang pagi. Ia pun menghentikan pekerjaannya. Ia sangat marah oleh
karena itu berarti ia tidak dapat memenuhi syarat yang diminta Dayang
Sumbi.<br />
Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah
banjir besar melanda seluruh kota. Ia pun kemudian menendang sampan
besar yang dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh menjadi sebuah
gunung yang bernama “Tangkuban Perahu.”Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-80960563451144798652015-10-19T21:38:00.003-07:002015-10-19T21:38:32.916-07:00Timun Mas<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-Jw4U0mq6KZc/ViXFC_WRYDI/AAAAAAAAArY/dc9fJfBCvHQ/s1600/timun%2Bmas.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="452" src="http://4.bp.blogspot.com/-Jw4U0mq6KZc/ViXFC_WRYDI/AAAAAAAAArY/dc9fJfBCvHQ/s640/timun%2Bmas.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka
tinggal di sebuah desa di dekat hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya
mereka belum saja dikaruniai seorang anak pun.<br />
Setiap hari mereka berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar
segera diberi seorang anak. Suatu hari seorang raksasa melewati tempat
tinggal mereka. Raksasa itu mendengar doa suami istri itu. Raksasa itu
kemudian memberi mereka biji mentimun.<br />
“Tanamlah biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak
perempuan,” kata Raksasa. “Terima kasih, Raksasa,” kata suami istri itu.
“Tapi ada syaratnya. Pada usia 17 tahun anak itu harus kalian serahkan
padaku,” sahut Raksasa. Suami istri itu sangat merindukan seorang anak.
Karena itu tanpa berpikir panjang mereka setuju.<br />
Suami istri petani itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu.
Setiap hari mereka merawat tanaman yang mulai tumbuh itu dengan sebaik
mungkin. Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah sebuah mentimun berwarna
keemasan.<br />
Buah mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah
itu masak, mereka memetiknya. Dengan hati-hati mereka memotong buah itu.
Betapa terkejutnya mereka, di dalam buah itu mereka menemukan bayi
perempuan yang sangat cantik. Suami istri itu sangat bahagia. Mereka
memberi nama bayi itu Timun Mas.<br />
Tahun demi tahun berlalu. Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik.
Kedua orang tuanya sangat bangga padanya. Tapi mereka menjadi sangat
takut. Karena pada ulang tahun Timun Mas yang ke-17, sang raksasa datang
kembali. Raksasa itu menangih janji untuk mengambil Timun Mas.<br />
Petani itu mencoba tenang. “Tunggulah sebentar. Timun Mas sedang
bermain. Istriku akan memanggilnya,” katanya. Petani itu segera menemui
anaknya. “Anakkku, ambillah ini,” katanya sambil menyerahkan sebuah
kantung kain. “Ini akan menolongmu melawan Raksasa. Sekarang larilah
secepat mungkin,” katanya. Maka Timun Mas pun segera melarikan diri.<br />
Suami istri itu sedih atas kepergian Timun Mas. Tapi mereka tidak
rela kalau anaknya menjadi santapan Raksasa. Raksasa menunggu cukup
lama. Ia menjadi tak sabar. Ia tahu, telah dibohongi suami istri itu.
Lalu ia pun menghancurkan pondok petani itu. Lalu ia mengejar Timun Mas
ke hutan.<br />
Raksasa segera berlari mengejar Timun Mas. Raksasa semakin dekat.
Timun Mas segera mengambil segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu
garam itu ditaburkan ke arah Raksasa. Tiba-tiba sebuah laut yang luas
pun terhampar. Raksasa terpaksa berenang dengan susah payah.<br />
Timun Mas berlari lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil
menyusulnya. Timun Mas kembali mengambil benda ajaib dari kantungnya. Ia
mengambil segenggam cabai. Cabai itu dilemparnya ke arah raksasa.
Seketika pohon dengan ranting dan duri yang tajam memerangkap Raksasa.
Raksasa berteriak kesakitan. Sementara Timun Mas berlari menyelamatkan
diri.<br />
Tapi Raksasa sungguh kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timun Mas.
Maka Timun Mas pun mengeluarkan benda ajaib ketiga. Ia menebarkan
biji-biji mentimun ajaib. Seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat
luas. Raksasa sangat letih dan kelaparan. Ia pun makan mentimun-mentimun
yang segar itu dengan lahap. Karena terlalu banyak makan, Raksasa
tertidur.<br />
Timun Mas kembali melarikan diri. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama
kelamaan tenaganya habis. Lebih celaka lagi karena Raksasa terbangun
dari tidurnya. Raksasa lagi-lagi hampir menangkapnya. Timun Mas sangat
ketakutan. Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi
udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas
terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya hampir menggapai
Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia
tak bisa bernapas, lalu tenggelam.<br />
Timun Mas lega. Ia telah selamat. Timun Mas pun kembali ke rumah
orang tuanya. Ayah dan Ibu Timun Mas senang sekali melihat Timun Mas
selamat. Mereka menyambutnya. “Terima Kasih, Tuhan. Kau telah
menyelamatkan anakku,” kata mereka gembira.<br />
Sejak saat itu Timun Mas dapat hidup tenang bersama orang tuanya. Mereka dapat hidup bahagia tanpa ketakutan lagi.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-30344682139121357512015-10-19T21:35:00.003-07:002015-10-19T21:35:58.188-07:00Nyai Anteh Penunggu Bulan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-Mt63kmgz1Ew/ViXEih7jJXI/AAAAAAAAArQ/hQ3F6ZgjcL8/s1600/bulan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="424" src="http://2.bp.blogspot.com/-Mt63kmgz1Ew/ViXEih7jJXI/AAAAAAAAArQ/hQ3F6ZgjcL8/s640/bulan.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
Pada jaman dahulu kala di Jawa Barat ada sebuah kerajaan bernama
kerajaan Pakuan. Pakuan adalah kerajaan yang sangat subur dan memiliki
panorama alam yang sangat indah. Rakyatnya pun hidup damai di bawah
pimpinan raja yang bijaksana. Di dalam istana ada dua gadis remaja yang
sama-sama jelita dan selalu kelihatan sangat rukun. Yang satu bernama
Endahwarni dan yang satu lagi bernama Anteh. Raja dan Ratu sangat
menyayangi keduanya, meski sebenarnya kedua gadis itu memiliki status
sosial yang berbeda. Putri Endahwarni adalah calon pewaris kerajaan
Pakuan, sedangkan Nyai Anteh adalah hanya anak seorang dayang kesayangan
sang ratu. Karena Nyai Dadap, ibu Nyai Anteh sudah meninggal saat
melahirkan Anteh, maka sejak saat itu Nyai Anteh dibesarkan bersama
putri Endahwarni yang kebetulan juga baru lahir. Kini setelah Nyai Anteh
menginjak remaja, dia pun diangkat menjadi dayang pribadi putri
Endahwarni.<br />
“Kau jangan memanggilku Gusti putri kalau sedang berdua denganku,”
kata putri. “Bagiku kau tetap adik tercintaku. Tidak perduli satatusmu
yang hanya seorang dayang. Ingat sejak bayi kita dibesarkan bersama,
maka sampai kapan pun kita akan tetap bersaudara. Awas ya! Kalau lupa
lagi kamu akan aku hukum!”<br />
“Baik Gust…..eh kakak!” jawab Nyai Anteh.<br />
“Anteh, sebenarnya aku iri padamu,” kata putri.<br />
“Ah, iri kenapa kak. Saya tidak punya sesuatu yang bisa membuat orang lain iri,” kata Anteh heran.<br />
“Apa kau tidak tahu bahwa kamu lebih cantik dariku. Jika kamu seorang
putri, pasti sudah banyak pangeran yang meminangmu,” ujar putri sambil
tersenyum.<br />
“Ha ha ha.. kakak bisa saja. Mana bisa wajah jelek seperti ini dibilang
cantik. Yang cantik tuh kak Endah, kemarin saja waktu pangeran dari
kerajaan sebrang datang, dia sampai terpesona melihat kakak. Iya kan
kak???” jawab Anteh dengan semangat.<br />
“Ah kamu bisa saja. Itu karena waktu itu kau memilihkan baju yang cocok
untukku. O ya kau buat di penjahit mana baju itu?” tanya putri.<br />
“Eeee…itu…itu…saya yang jahit sendiri kak.” jawab Anteh.<br />
“Benarkah? Wah aku tidak menyangka kau pandai menjahit. Kalau begitu
lain kali kau harus membuatkan baju untukku lagi ya. Hmmmm…mungkin baju
pengantinku?” seru putri.<br />
“Aduh mana berani saya membuat baju untuk pernikahan kakak. Kalau jelek, saya pasti akan dimarahi rakyat,” kata Anteh ketakutan.<br />
“Tidak akan gagal! Kemarin baju pesta saja bisa…jadi baju pengantin pun pasti bisa,” kata putri tegas.<br />
Suatu malam ratu memanggil putri Endahwarni dan Nyai Anteh ke kamarnya.<br />
“Endah putriku, ada sesuatu yang ingin ibu bicarakan,” kata ratu.<br />
“Ya ibu,” jawab putri.<br />
“Endah, kau adalah anakku satu-satunya. Kelak kau akan menjadi ratu
menggantikan ayahmu memimpin rakyat Pakuan,” ujar ratu. “Sesuai
ketentuan keraton kau harus memiliki pendamping hidup sebelum bisa
diangkat menjadi ratu.”<br />
“Maksud ibu, Endah harus segera menikah?” tanya putri.<br />
“ya nak, dan ibu juga ayahmu sudah berunding dan sepakat bahwa calon
pendamping yang cocok untukmu adalah Anantakusuma, anak adipati dari
kadipaten wetan. Dia pemuda yang baik dan terlebih lagi dia gagah dan
tampan. Kau pasti akan bahagia bersamanya,” kata ratu. “Dan kau Anteh,
tugasmu adalah menjaga dan menyediakan keperluan kakakmu supaya tidak
terjadi apa-apa padanya.”<br />
“Baik gusti ratu,” jawab Anteh.<br />
Malam itu putri Endahwarni meminta Nyai Anteh untuk menemaninya.<br />
“Aku takut sekali Anteh,” kata putri dengan sedih. “Bagaimana aku bisa
menikah dengan orang yang sama sekali tidak aku kenal. Bagaimana kalau
dia tidak mencintaiku?”<br />
“Kakak jangan berpikiran buruk dulu,” hibur Anteh. “Saya yakin gusti
Raja dan Ratu tidak akan sembarangan memilih jodoh buat kakak. Dan
pemuda mana yang tidak akan jatuh hati melihat kecantikan kakak. Ah
sudahlah, kakak tenang dan berdoa saja. Semoga semuanya berjalan
lancar.”<br />
Suatu pagi yang cerah, Anteh sedang mengumpulkan bunga melati untuk
menghias sanggul putri Endahwarni. Anteh senang menyaksikan bunga-bunga
yang bermekaran dan kupu-kupu saling berebut bunga. Dia mulai
bersenandung dengan gembira. Suara Anteh yang merdu terbang tertiup
angin melewati tembok istana. Saat itu seorang pemuda tampan sedang
melintas di balik tembok taman istana. Dia tepesona mendengar suara yang
begitu merdu. Ternyata pemuda itu adalah Anantakusuma. Dia sangat
sakti, maka tembok istana yang begitu tinggi dengan mudah dilompatinya.
Dia bersembunyi di balik gerumbulan bunga, dan tampaklah olehnya seorang
gadis yang sangat cantik. Anantakusuma merasakan dadanya bergetar,
“alangkah cantiknya dia, apakah dia putri Endahwarni calon istriku?”
batinnya. Anantakusuma keluar dari persembunyiannya. Anteh terkejut
ketika tiba-tiba di hadapannya muncul pemuda yang tidak dikenalnya.<br />
“Siapa tuan?” tanya Anteh.<br />
“Aku Anantakusuma. Apakah kau…..”<br />
Belum sempat Anantakusuma bertanya seseorang memanggil Anteh. “Anteh!!! Cepat!!! Putri memanggilmu!” kata seorang dayang.<br />
“Ya. Saya segera datang. Maaf tuan saya harus pergi,” kata Anteh yang
langsung lari meninggalkan Anantakusuma. “Dia ternyata bukan
Endahwarni,” pikir Anantakusuma. “Dan aku jatuh cinta padanya. Aku ingin
dialah yang jadi istriku.”<br />
Beberapa hari kemudian, di istana terlihat kesibukan yang lain
daripada biasanya. Hari ini Adipati wetan akan datang bersama anaknya,
Anantakusuma, untuk melamar putri Endahwarni secara resmi. Raja dan Ratu
menjamu tamunya dengan sukacita. Putri Endahwarni juga tampak senang
melihat calon suaminya yang sangat gagah dan tampan. Lain halnya dengan
Anantakusuma yang terlihat tidak semangat. Dia kecewa karena ternyata
bukan gadis impiannya yang akan dinikahinya.<br />
Tibalah saat perjamuan. Anteh dan beberapa dayang istana lainnya masuk ke ruangan dengan membawa nampan-nampan berisi makanan.<br />
“Silahkan mencicipi makanan istimewa istana ini,” kata Anteh dengan hormat.<br />
“Terima kasih Anteh, silahkan langsung dicicipi,” kata Raja kepada para tamunya.<br />
Anantakusuma tertegun melihat gadis impiannya kini ada di hadapannya.
Kerongkongannya terasa kering dan matanya tak mau lepas dari Nyai Anteh
yang saat itu sibuk mengatur hidangan. Kejadian itu tidak luput dari
perhatian putri Endahwarni. Pahamlah ia bahwa calon suaminya telah
menaruh hati pada gasis lain, dan gadis itu adalah Anteh. Putri
Endahwarni merasa cemburu, kecewa dan sakit hati. Timbul dendam di
hatinya pada Anteh. Dia merasa Antehlah yang bersalah sehinggga
Anantakusuma tidak mencintainya.<br />
Setelah perjamuan selesai dan putri kembali ke kamarnya, Anteh menemui sang putri.<br />
“Bagaimana kak? Kakak senang kan sudah melihat calon suami kakak? Wah ternyata dia sangat tampan ya?” kata Anteh.<br />
Hati putri Endahwarni terasa terbakar mendengar kata-kata Anteh. Dia
teringat kembali bagaimana Anantakusuma memandang Anteh dengan penuh
cinta.<br />
“Anteh, mulai saat ini kau tidak usah melayaniku. Aku juga tidak mau kau
ada di dekatku. Aku tidak mau melihat wajahmu,” kata putri Endahwarni.<br />
“A..apa kesalahanku kak? Kenapa kakak tiba-tiba marah begitu?” tanya Anteh kaget.<br />
“Pokoknya aku sebal melihat mukamu!” bentak putri. “Aku tidak mau kau
dekat-dekat denganku lagi…Tidak! Aku tidak mau kau ada di istana ini.
Kau harus pergi dari sini hari ini juga!”<br />
“Tapi kenapa kak? Setidaknya katakanlah apa kesalahanku?” tangis Anteh.<br />
“Ah jangan banyak tanya. Kau sudah mengkianatiku. Karena kau
Anantakusuma tidak mencintaiku. Dia mencintaimu. Aku tahu itu. Dan itu
karena dia melihat kau yang lebih cantik dariku. Kau harus pergi dari
sini Anteh, biar Anantakusuma bisa melupakanmu!” kata putri.<br />
“Baiklah kak, aku akan pergi dari sini. Tapi kak, sungguh saya tidak
pernah sedikitpun ingin mengkhianati kakak. Tolong sampaikan permohonan
maaf dan terima kasih saya pada Gusti Raja dan Ratu.”<br />
Anteh beranjak pergi dari kamar putri Endahwarni menuju kamarnya lalu
mulai mengemasi barang-barangnya. Kepada dayang lainnya dia berpesan
untuk menjaga putri Endahwarni dengan baik.<br />
Nyai Anteh berjalan keluar dari gerbang istana tanpa tahu apa yang
harus dilakukannya di luar istana. Tapi dia memutuskan untuk pergi ke
kampung halaman ibunya. Anteh belum pernah pergi kesana, tapi waktu itu
beberapa dayang senior pernah menceritakannya. Ketika hari sudah hampir
malam, Anteh tiba di kampung tempat ibunya dilahirkan. Ketika dia sedang
termenung memikirkan apa yang harus dilakukan, tiba-tiba seorang
laki-laki yang sudah berumur menegurnya.<br />
“Maaf nak, apakah anak bukan orang sini?” tanyanya.<br />
“Iya paman, saya baru datang!” kata Anteh ketakutan.<br />
“Oh maaf bukan maksudku menakutimu, tapi wajahmu mengingatkanku pada seseorang. Wajahmu mirip sekali dengan kakakku Dadap,”<br />
“Dadap? Nama ibuku juga Dadap. Apakah kakak paman bekerja di istana sebagai dayang?” tanya Anteh.<br />
“Ya….! Apakah….kau anaknya Dadap?” tanya paman itu.<br />
“Betul paman!” jawab Anteh.<br />
“Oh, kalau begitu kau adalah keponakanku. Aku adalah pamanmu Waru, adik ibumu,” kata paman Waru dengan mata berkaca-kaca.<br />
“Benarkah? Oh paman akhirnya aku menemukan keluarga ibuku!” kata Anteh dengan gembira.<br />
“Sedang apakah kau disini? Bukankah kau juga seorang dayang?” tanya paman Waru.<br />
“Ceritanya panjang paman. Tapi bolehkah saya minta ijin untuk tinggal di
rumah paman. Saya tidak tahu harus kemana,” pinta Anteh.<br />
“Tentu saja nak, kau adalah anakku juga. Tentu kau boleh tinggal di rumahku. Ayo kita pergi!” kata paman Waru.<br />
Sejak saat itu Anteh tinggal di rumah pamannya di desa. Untuk
membantu pamannya, Anteh menerima pesanan menjahit baju. Mula-mula Anteh
menjahitkan baju-baju tetangga, lama-lama karena jahitannya yang bagus,
orang-orang dari desa yang jauh pun ikut menjahitkan baju mereka kepada
Anteh. Sehingga ia dan keluarga pamannya bisa hidup cukup dari hasilnya
menjahit.<br />
<div>
Bertahun-tahun telah berlalu. Anteh kini sudah bersuami dan
memiliki dua orang anak. Suatu hari di depan rumahnya berhenti sebuah
kereta kencana dan banyak sekali pengawal yang menunggang kuda. Begitu
pemilik kereta kencana itu melongokkan kepalanya, Anteh menjerit.
Ternyata itu adalah putri Endahwarni. Putri Endahwarni turun dari kereta
dan langsung menangis memeluk Anteh.<br />
“Oh Anteh, sudah lama aku mecarimu! Kemana saja kau selama ni? Kenapa
tidak sekalipun kau menghubungiku? Apakah aku benar-benar menyakiti
hatimu? Maafkan aku Anteh. Waktu itu aku kalap, sehingga aku mengusirmu
padahal kau tidak bersalah. Maafkan aku…” tangis putri.<br />
“Gusti…jangan begitu. Seharusnya aku yang minta maaf karena telah membuatmu gusar,” kata Anteh.<br />
“Tidak. Akulah yang bersalah. Untuk itu Anteh, kau harus ikut denganku kembali ke istana!” pinta putri.<br />
“Tapi putri aku sekarang punya suami dan anak. Saya juga bekerja sebagai
penjahit. Jika saya pergi, mereka akan kehilangan,” jawab Anteh.<br />
“Suami dan anak-anakmu tentu saja harus kau bawa juga ke istana,” kata
putri sambil tertawa. “Mengenai pekerjaanmu, kau akan kuangkat sebagai
penjahit istana. Bagaimana? Kau tidak boleh menolak, ini perintah!”</div>
Akhirnya Anteh dan keluarganya pindah ke istana. Putri Endahwarni
telah membuatkan sebuah rumah di pinggir taman untuk mereka tinggal.
Namun Anteh selalu merasa tidak enak setiap bertemu dengan pangeran
Anantakusuma, suami putri Endahwarni. Pangeran Anantakusuma ternyata
tidak pernah melupakan gadis impiannya. Kembalinya Anteh telah membuat
cintanya yang terkubur bangkit kembali. Mulanya pangeran Anantakusuma
mencoba bertahan dengan tidak memperdulikan kehadiran Anteh. Namun
semakin lama cintanya semakin menggelora.<br />
Hingga suatu malam pangeran Anantakusuma nekat pergi ke taman istana,
siapa tahu dia bisa bertemu dengan Anteh. Benar saja. Dilihatnya Anteh
sedang berada di beranda rumahnya, sedang bercanda dengan Candramawat,
kucing kesayangannya sambil menikmati indahnya sinar bulan purnama.
Meski kini sudah berumur, namun bagi pangeran Anantakusuma, Anteh masih
secantik dulu saat pertama mereka bertemu. Perlahan-lahan didekatinya
Anteh.<br />
“Anteh!” tegurnya.<br />
Anteh terkejut. Dilihatnya pangeran Antakusuma berdiri di hadapannya.<br />
“Pa..pangeran? kenapa pangeran kemari? Bagaimana kalau ada orang yang melihat?” tanya Anteh ketakutan.<br />
“Aku tidak perduli. Yang penting aku bisa bersamamu. Anteh tahukah kau?
Bahwa aku sangat mencintaimu. Sejak kita bertemu di taman hingga hari
ini, aku tetap mencintaimu,” kata pangeran.<br />
“Pangeran, kau tidak boleh berkata seperti itu. Kau adalah suami putri
Endahwarni. Dia adalah kakak yang sangat kucintai. Jika kau
menyakitinya, itu sama saja kau menyakitiku,” kata Anteh sambil memeluk
Candramawat.<br />
“Aku tidak bisa… Aku tidak bisa melupakanmu! Kau harus menjadi milikku
Anteh! Kemarilah biarkan aku memelukmu!” kata pangeran sambil berusaha
memegang tangan Anteh.<br />
Anteh mundur dengan ketakutan. “Sadarlah pangeran! Kau tidak boleh mengkhianati Gusti putri.”<br />
Namun pangeran Ananta kusuma tetap mendekati Anteh.<br />
Anteh yang ketakutan berusaha melarikan diri. Namun pangeran Anantakusuma tetap mengejarnya.<br />
“Oh Tuhan, tolonglah hambaMu ini!” doa Anteh, “Berilah hamba kekuatan
untuk bisa lepas dari pangeran Anantakusuma. Hamba tahu dia sangat
sakti. Karena itu tolonglah Hamba. Jangan biarkan dia menyakiti hamba
dan kakak hamba!”<br />
Tiba-tiba Anteh merasa ada kekuatan yang menarik tubuhnya ke atas. Dia
mendongak dan dilihatnya sinar bulan menyelimutinya dan menariknya.
Pangeran Anantakusuma hanya bisa terpana menyaksikan kepergian Anteh
yang semakin lama semakin tinggi dan akhirnya hilang bersama sinar bulan
yang tertutup awan.<br />
Sejak saat itu Nyai Anteh tinggal di bulan, sendirian dan hanya
ditemani kucing kesayangannya. Dia tidak bisa kembali ke bumi karena
takut pangeran Anantakusuma akan mengejarnya. Jika rindunya pada
keluarganya sudah tak dapat ditahan, dia akan menenun kain untuk
dijadikan tangga. Tapi sayang tenunannya tidak pernah selesai karena si
kucing selalu merusaknya. Kini jika bulan purnama kita bisa melihat
bayangan Nyai Anteh duduk menenun ditemani Candramawat. Begitulah kisah
Nyai Anteh sang penunggu bulan.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-25188011010903232262015-10-19T21:31:00.004-07:002015-10-19T21:31:32.777-07:00Malin Kundang<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-PtS0D4WD40Y/ViXDi7wz7JI/AAAAAAAAArE/4TcIBIuN9FU/s1600/malin%2527.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="282" src="http://4.bp.blogspot.com/-PtS0D4WD40Y/ViXDi7wz7JI/AAAAAAAAArE/4TcIBIuN9FU/s400/malin%2527.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai
wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang
anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan
keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di
negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.<br />
Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua
minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah
Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus
menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah. Malin termasuk anak
yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan
memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia
tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut
menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.<br />
Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya
yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia
berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya
ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya
raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang
dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.<br />
Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula
kurang setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus
mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat
hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin
segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. “Anakku, jika
engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau
lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak”, ujar Ibu Malin
Kundang sambil berlinang air mata.<br />
Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi
lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang
banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah
berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin
Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang
yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar
awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para
bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh
para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera
bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.<br />
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal
yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang
ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai.
Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di
desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya.
Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan
keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil
menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan
anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya
raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.<br />
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah
sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur
dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin
Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin
pulang ke kampung halamannya.<br />
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran
dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta
pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui
anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia
melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia
yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta
istrinya.<br />
Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah
cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut,
semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang.
“Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan
kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi
kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan
mendorongnya hingga terjatuh.<br />
“Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata
Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali
ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju
compang-camping. “Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang. “Tidak,
ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar
mendapatkan harta ku”, sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan
dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat
marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena
kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil
berkata “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah
batu”. Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai
dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh
Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk
menjadi sebuah batu karang.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-74935982678150203232015-10-19T21:27:00.002-07:002015-10-19T21:27:31.608-07:00Bawang Merah dan Bawang Putih<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-tERM0beHJp0/ViXCoX1wJJI/AAAAAAAAAq8/2h-hP_zjxks/s1600/bawang-merah-dan-bawang-putih.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="534" src="http://3.bp.blogspot.com/-tERM0beHJp0/ViXCoX1wJJI/AAAAAAAAAq8/2h-hP_zjxks/s640/bawang-merah-dan-bawang-putih.jpeg" width="640" /></a></div>
<br />
Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri
dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang
putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih
hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu
hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang
putih sangat berduka demikian pula ayahnya.<br />
Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama
Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah
sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan,
membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih
dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa
mungkin lebih baik kalau ia menikahi saja ibu Bawang merah supaya Bawang
putih tidak kesepian lagi. Maka ayah Bawang putih kemudian menikah
dengan ibu Bawang merah. Mulanya ibu Bawang merah dan bawang merah
sangat baik kepada Bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka
mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya
pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang
putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah
dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak
mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.<br />
Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal
dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan
semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah
beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan
air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus
memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu
dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak
pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya
dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan
mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.<br />
Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang
akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan
setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca
sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang
dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwa
salah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut
adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu
tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai
untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa
dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.<br />
“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu
harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau
belum menemukannya. Mengerti?”<br />
Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera
menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Matahari sudah mulai meninggi,
namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang
matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke
sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh
melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat
seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih
bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang
hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.”<br />
“Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.<br />
“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri tepi sungai.<br />
Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar
lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya
lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera
menghampiri rumah itu dan mengetuknya.<br />
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.<br />
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.<br />
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang
hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam
ini?” tanya Bawang putih.<br />
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.<br />
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.<br />
“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku
menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi
kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak
mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.<br />
Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba.<br />
“Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak
bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.<br />
Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap
hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja
nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek
pun memanggil bawang putih.<br />
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak
yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa
baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu
kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.<br />
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya.
Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak
kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan
Bawang putih hingga depan rumah.<br />
Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu
tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya.
Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya
ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking
gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang
merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut.
Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa
mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan
sejujurnya.<br />
Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana
untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan
melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek
tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun
diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih
yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan.
Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena
selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek
itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek
memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya
bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah
satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil
labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.<br />
Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan
gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih
akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai.
Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata
bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan
binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain.
Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga
tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-44857549119483148842015-10-19T21:23:00.003-07:002015-10-19T21:23:50.152-07:00Keong Mas<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-Mk2uySraxm8/ViXBkYi9eMI/AAAAAAAAAqw/mriL_ZYK2sk/s1600/Keong%2BMas.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="478" src="http://4.bp.blogspot.com/-Mk2uySraxm8/ViXBkYi9eMI/AAAAAAAAAqw/mriL_ZYK2sk/s640/Keong%2BMas.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
Pada zaman dahulu ada sebuah kerajaan yang bernama <strong>Kerajaan Daha</strong>. Di kerajaan itu hidup dua orang putri yang begitu cantik. Putri itu bernama <strong>Dewi Galuh</strong> dan <strong>Candra Kirana</strong>. Kedua putri Raja tersebut hidup serba kecukupan dan juga sangat bahagia.</div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu hari, datang seorang pangeran dari <strong>Kerajaan Kahuripan</strong>. Pangeran itu sangat tampan ia bernama Raden Inu Kertapati. Pangeran itu datang ke kerajaan Daha dengan maksud ingin melamar <strong>Candra Kirana</strong>. Kedatangan pangeranpun sangat disambut baik oleh Raja yang akhirnya <strong>Candra Kirana</strong> dan Pangeran Inu pun bertunangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Namun <strong>Dewi Galuh</strong> iri atas pertunangan mereka karena ia piker Pangeran Inu lebih pantas untuk dirinya. Dengan begitu <strong>Dewi Galuh</strong>pun pergi ke nenek sihir untuk meminta supaya <strong>Candra Kirana</strong> itu di sihir menjadi sesuatu hal yang menjijikan dan raden Inu menjauhinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Nenek sihir langsung mengabulkan keinginan <strong>Dewi Galuh</strong> dan menyihir <strong>Candra Kirana</strong> menjadi <strong>Keong Emas</strong> dan membuang <strong>Keong emas</strong> itu ke sungai.</div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu hari, ada seorang nenek yang sedang mencari ikan dengan jala, dan <strong>keong emas</strong> pun tersangkut di Jalanya si nenek. <strong>Keong emas</strong>pun
di bawa oleh sang Nenek ke rumahnya dan di simpan di tempayan. Keesokan
harinya sang Nenek mencari ikan lagi, namun tak satupun ikan yang di
dapatnya dan akhirnya si Nenek memutuskan untuk pulang saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika sang Nenek tiba di rumah,
tiba-tiba ia kaget karena sudah tersedia makanan yang sangat enak di
mejanya. Sang Nenekpun heran dan bertanya-tanya pada dirinya sendiri
siapa yang mengirim semua makanan itu.</div>
<center class="ebz_native_center" style="display: block; height: 0px; margin: auto; overflow: hidden; width: auto;">
<div style="color: #888888; font-size: 10px; padding-bottom: 5px; padding-top: 10px; text-align: center;">
ADVERTISEMENT</div>
</center>
<div style="text-align: justify;">
Kejadian
it uterus berulang ketika sang Nenek pergi dari rumahnya, suatu hari
sang Nenek ingin tahu dan mengintip siapa sebenarnya yang mengirim
masakan itu. Secara tida-tiba sang nenekpun kaget karena Keong emas yang
di tempayannya itu berubah menjadi seorang gadis yang begitu cantik.
Lalu gadis itu langsung masak dan menyiapkannya di meja, karena sang
Nenek sangat penasaran, sang Nenek pun menghampiri dan menegur putri
yang cantik itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<em>“Siapa kamu wahai putri yang cantik? Dan dari manakah asalmu?”.</em> Tanya sang Nenek</div>
<div style="text-align: justify;">
<em>“Aku seorang Putri dari Kerajaan Daha
Nek, aku disihir menjadi Keong emas oleh seorang Nenek Sihir atas
perintah saudariku karena ia iri padaku”</em>. Jelasnya candra Kirana</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelahnya ia menjelaskan asal-usul dirinya, iapun berubah kembali menjadi <strong>Keong emas</strong>. Sang nenekpun begitu heran.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara itu, Pangeran Inu tak mau diam
saja ketika ia mengetahui kalau Candra Kirana hilang. Iapun dengan
segera mencari tahu keberadaannya dengan menyamar menjadi rakyat biasa.
Nenek sihir yang jahat itupun mengetahui tujuannya pangeran Inu dan
akhirnya si Nenek sihir menyamar menjadi burung gagak.</div>
<div style="text-align: justify;">
Raden Inu Kertapati kaget ketika ia
melihat burung gagak yang bisa berbicara dan juga mengetahui tujuannya.
Sang Pangeran menganggap kalau burung itu sakti dan menuruti kemauannya,
padahal Raden Inu diberikan jalan yang salah oleh si burung gagak itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di tengah-tengah perjalanan sang
Pangeranpun bertemu dengan seorang kakek yang sedang kelaparan, sang
Raden pun memberinya ia makan. Sang Kakek tua itu ternyata orang yang
sangat sakti sehingga ia menolong sang Pangeran dari burung gagak
tersebut dengan memukul burung itu dengan tongkatnya sehingga sang
burung berubah menjadi asap.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sang Pangeranpun menceritakan perjalannya
kepada sang kakek, dan sang kakek menyuruh Raden untuk pergi ke Desa
Dadapan. Setelah menghabiskan waktu beberapa hari, sampailah ia di Desa
Dadapan tersebut dan mendekati sebuah gubuk dengan niatan ingin meminta
seteguk air karena perbekalannya sudah habis.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika ia melihat dari balik jendela, ia
sangat terkejut sekali, ternyata di dalam gubuk itu ada Candra Kirana
yang sedang memasak.</div>
<div style="text-align: justify;">
Karena pertemuannya itu Candra Kiranapun
akhirnya trelepas dari sihir dan mereka pun akhirnya kembali ke istana
dengan membawa sang nenek yang baik hati itu juga.</div>
<div style="text-align: justify;">
Candra Kiranapun menceritakan semua
perbuatan Dewi Galuh kepada baginda Kertamarta. Sang Bagindapun meminta
maaf atas kejadian itu kepada putrinya Candra kirana dan sang putripun
demikian.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara itu Dewi Galuh mendapat hukuman
atas perbuatannya itu, namun karena ia takut mendapatkan hukuman itu
akhirnya Dewi Galuhpun melarikan diri ke hutan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pangeran Inu Kertapati dan Putri Candra
Kiranapun akhirnya menikah dengan pesta yang begitu meriah hingga
akhirnya mereka hidup bahagia.</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8527220929441540794.post-6887265176829801232015-05-19T11:15:00.001-07:002015-10-19T21:44:49.693-07:00Lutung Kasarung<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-x3Jz-MFtaFQ/VVt9hwxsPgI/AAAAAAAAAVw/NyGzzyTZulo/s1600/lutung.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="http://1.bp.blogspot.com/-x3Jz-MFtaFQ/VVt9hwxsPgI/AAAAAAAAAVw/NyGzzyTZulo/s400/lutung.jpg" width="400" /></a></div>
<div style="background-color: white; color: #252525; font-family: sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22.3999996185303px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em;">
<b>Lutung Kasarung</b> (artinya <b>Lutung yang Tersesat</b>) adalah <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pantun_Sunda" style="background: none; color: #0b0080; text-decoration: none;" title="Pantun Sunda">cerita pantun</a> yang mengisahkan legenda <a class="mw-disambig" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sunda" style="background: none; color: #0b0080; text-decoration: none;" title="Sunda">masyarakat Sunda</a> tentang perjalanan Sanghyang Guruminda dari Kahyangan yang diturunkan ke <i>Buana Panca Tengah</i> (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bumi" style="background: none; color: #0b0080; text-decoration: none;" title="Bumi">Bumi</a>) dalam wujud seekor <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Lutung" style="background: none; color: #0b0080; text-decoration: none;" title="Lutung">lutung</a> (sejenis <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Monyet" style="background: none; color: #0b0080; text-decoration: none;" title="Monyet">monyet</a>). Dalam perjalanannya di Bumi, sang lutung bertemu dengan putri Purbasari Ayuwangi yang diusir oleh saudaranya yang pendengki, Purbararang. Lutung Kasarung adalah seekor mahkluk yang buruk rupa. Pada akhirnya ia berubah menjadi pangeran dan mengawini Purbasari, dan mereka memerintah Kerajaan Pasir Batang dan Kerajaan Cupu Mandala Ayu bersama-sama.</div>
<div style="background-color: white; color: #252525; font-family: sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22.3999996185303px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em;">
Pada tahun 1921, cerita rakyat ini diangkat ke dalam <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gending_karesmen&action=edit&redlink=1" style="background: none; color: #a55858; text-decoration: none;" title="Gending karesmen (halaman belum tersedia)">gending karesmen</a>, yaitu drama yang diiringi musik, oleh <a class="mw-disambig" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Wiranatakoesoema" style="background: none; color: #0b0080; text-decoration: none;" title="Wiranatakoesoema">R.A. Wiranatakusumah</a>, Bupati Bandung. Lima tahun kemudia, NV Java Film Company mengangkatnya ke dalam sebuah film bisu yang berjudul <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Loetoeng_Kasaroeng" style="background: none; color: #0b0080; text-decoration: none;" title="Loetoeng Kasaroeng">Loetoeng Kasaroeng</a> yang disutradarai oleh L. Heuveldorp. Film ini merupakan film pertama di<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belanda" style="background: none; color: #0b0080; text-decoration: none;" title="Hindia Belanda">Hindia Belanda</a>. Film ini diputar dari 31 Desember 1926 sampai 6 Januari 1927 di bioskop Elite (Majestic).</div>
<div style="background-color: white; color: #252525; font-family: sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22.3999996185303px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em;">
Cerita pantun <i>Lutung Kasarung</i> kemudian dijadikan bahan disertasi oleh <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=F._S._Eringa&action=edit&redlink=1" style="background: none; color: #a55858; text-decoration: none;" title="F. S. Eringa (halaman belum tersedia)">F. S. Eringa</a> yang dibukukan pada tahun <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1949" style="background: none; color: #0b0080; text-decoration: none;" title="1949">1949</a>.</div>
<div style="background-color: white; color: #252525; font-family: sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22.3999996185303px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em;">
Cerita ini ditulis dalam bahasa Indonesia oleh seniman Belanda Tilly Dalton dalam tahun 1950. Salinan bukunya disumbangkan kepada <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/KITLV" style="background: none; color: #0b0080; text-decoration: none;" title="KITLV">KITLV</a> di Leiden, Holland.</div>
<div style="background-color: white; color: #252525; font-family: sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22.3999996185303px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em;">
Saat ini cerita rakyat ini sering muncul dalam bentuk buku cerita atau buku komik juga dalam bentuk sinetron di televisi-televisi Indonesia.<br />
<br />
<h4>
<b>Berikut ceritanya :</b></h4>
Prabu Tapa Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai
pengganti. “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta,” kata Prabu
Tapa.<br />
Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju
adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. “Aku putri Sulung, seharusnya
ayahanda memilih aku sebagai penggantinya,” gerutu Purbararang pada
tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak
membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek
sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari
sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol
hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut.
“Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !”
ujar Purbararang.<br />
Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke
hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan
membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari,
“Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa
pasti akan selalu bersama Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari.<br />
Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang
selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu
hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada
Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan
mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama
teman-temannya.<br />
Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia
berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu
kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk
biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan
terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung
obat yang sangat harum.<br />
Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya
untuk mandi di telaga tersebut. “Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir
Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan
dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti
semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan
gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.<br />
Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia
pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia
akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak
percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau
kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang
paling panjang rambutnya dialah yang menang !”, kata Purbararang.
Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni
kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.<br />
“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita,
Ini tunanganku”, kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya.
Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta
menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak
seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak,
“Jadi monyet itu tunanganmu ?”.<br />
Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba
terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda
gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut
melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya
mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf
kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati
memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke
Istana.<br />
Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda
idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan
dalam wujud seekor lutung.<br />
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02744902735120803218noreply@blogger.com0